DPR Setujui Pagu Anggaran Infrastruktur 7 Kementerian/Lembaga Rp 103,46 Triliun


Komisi V DPR menyetujui pagu indikatif lima kementerian dan dua lembaga senilai Rp 103,46 triliun. Angka ini hanya 41% dari total kebutuhan seluruh mitra yang mencapai hampir Rp 250 triliun.
Ketua Komisi V DPR Lasarus mengatakan mitra masih memiliki waktu permintaan penambahan anggaran tahun depan senilai Rp 146,39 triliun hingga pembacaan Nota Keuangan 2026 pada 15 Agustus.
Mitra Komisi V DPR yang memiliki pagu indikatif 2026 terbesar yaitu Kementerian Pekerjaan Umum Rp 70,85 triliun. Sementara itu, anggaran terendah dimiliki oleh Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan yakni Rp 1,01 triliun.
Secara persentase, pagu indikatif terkecil yakni Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman senilai Rp 1,82 triliun atau hanya 3,65% dari total kebutuhan Rp 49,85 triliun.
Mitra dengan pagu indikatif yang mendekati angka kebutuhannya yaitu Kementerian Transmigrasi Rp 1,9 triliun. Rinciannya sebagai berikut:
No. | Instansi/Mitra Kerja | Pagu Indikatif (Rp) | Kebutuhan Anggaran (Rp) |
1 | Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) | 70,85 triliun | 139,73 triliun |
2 | Kementerian Perhubungan | 24,4 triliun | 48,88 triliun |
3 | Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal | 1,59 triliun | 3,36 triliun |
4 | Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman | 1,82 triliun | 49,85 triliun |
5 | Kementerian Transmigrasi | 1,9 triliun | 2,23 triliun |
6 | Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) | 1,89 triliun | 3,55 triliun |
7 | Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) | 1,01 triliun | 2,27 triliun |
"Kami sebagai wakil rakyat hanya bisa mengingatkan bahwa kami bekerja dengan waktu. Kelemahan di bidang infrastruktur nantinya menurunkan daya saing di pasar global," kata Lasarus di ruangan Komisi V DPR, Kamis (10/7).
Lasarus menemukan produk hasil industri lokal saat ini lebih mahal ketimbang impor. Minimnya infrastruktur pendukung di bidang konektivitas membuat biaya logistik nasional tinggi, sehingga membebani daya saing di pasar domestik.
Ia juga menyoroti pentingnya keberadaan maupun kualitas konektivitas jalan di dalam negeri. Sebab, infrastruktur dapat mempermudah akses pasar ke pusat-pusat produksi, termasuk lahan pertanian dan perkebunan.
"Contohnya pupuk yang harganya hanya sekian menjadi tinggi, karena biaya angkut mahal. Buruknya infrastruktur akhirnya menurunkan daya saing," katanya.
Lasarus menegaskan bahwa infrastruktur merupakan fondasi seluruh kegiatan di dalam negeri. Lasarus menilai keberadaan dan kualitas infrastruktur menjadi lebih penting mengingat besarnya area dan populasi Indonesia.