Kinerja Manufaktur Tertekan, Pemerintah Genjot Daya Beli lewat Subsidi Upah

Andi M. Arief
2 Juli 2025, 19:08
pmi manufaktur, kemnaker, bantuan subsidi upah
Katadata/Fauza Syahputra
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli (tengah) menyampaikan paparan saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025). Rapat tersebut membahas evaluasi kebutuhan infrastruktur dan instruktur pelatihan Balai Besar Latihan Kerja di setiap provinsi untuk meningkatkan kompetensi dan menghasilkan tenaga kerja yang handal.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengatakan penyaluran bantuan subsidi upah telah mendekati 80% dari target 17,3 juta pekerja. Langkah ini merupakan pemerintah dalam mendorong daya beli masyarakat akibat penurunan Purchasing Manager's Index atau PMI Indonesia yang terkontraksi 3 bulan berturut-turut.

Hal tersebut sejalan dengan permintaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menyelamatkan sektor manufaktur nasional.

"Saya yakin intervensi daya beli ini bukan jadi perhatian Kemnaker saja, tapi juga dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Sebab, bantuan subsidi upah ini untuk periode Juni-Juli," kata Yassierli di Gedung DPR, Rabu (2/7).

Walau demikian, Yassierli berencana akan mengevaluasi dampak pemberian bantuan subsidi upah tahun ini. Untuk diketahui, setiap nilai bantuan subsidi upah yang dinikmati penerima adalah Rp 600 ribu.

Di samping itu, Yassierli menyatakan telah meningkatkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan menjadi 60% dari gaji paling lama selama enam bulan. Sebelumnya, nilai klaim JKP hanya 45% dari gaji selama tiga bulan pertama dan 25% untuk tiga bulan selanjutnya.

Terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem siaga awal PHK pada beberapa sektor industri. Karena itu, Yassierli mengklaim Kemnaker telah melakukan sebagian tugas Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja atau Satgas PHK.

Contohnya, Yassierli mengatakan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer akan langsung turun jika sistem tersebut mendeteksi langkah PHK. Walau demikian, Yassierli mengaku pihaknya tetap mengharapkan peresmian Satgas PHK dalam waktu dekat.

"Jika sistem bertanda siaga, kami akan mengawasi dan melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan di daerah hingga mediasi antara pekerja dan perusahaan. Itu semua kami lakukan," katanya.

Masukan dari Apindo

Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani mengatakan penurunan PMI selama tiga bulan berturut-turut menjadi sinyal serius bahwa industri sedang menghadapi tantangan berat, termasuk lemahnya permintaan dan naiknya biaya produksi.

Shinta menegaskan tren penurunan PMI sejak April menunjukkan pelaku industri mulai melakukan efisiensi dan pengetatan produksi akibat sepinya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri. Hal ini juga mengikis optimisme industri untuk melakukan ekspansi dalam waktu dekat.

Salah satu penyebab penurunan produksi adalah kenaikan biaya input, terutama bahan baku dan energi. Meski demikian, penyesuaian harga jual dinilai masih terbatas karena tekanan dari daya beli konsumen yang lemah.

Standard & Poor's Global mencatat PMI Indonesia bulan lalu menduduki peringkat ketiga dari bawah sejak Agustus 2021 di posisi 43,7. Adapun, peringkat PMI Indonesia menduduki level 46,7 pada April 2025.

Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti mengatakan pendorong utama turunnya PMI Indonesia per Juni 2025 adalah pelemahan permintaan pasar lokal. Sebab, performa ekspor nasional pada bulan lalu dinilai tidak berubah selama tiga bulan berturut-turut.

Karena itu, Bhatti melaporkan pembelian bahan baku konsisten melemah selama pada April-Juni 2025. Pada saat yang sama, stok produk manufaktur di gudang terus susut akibat penurunan volume produksi.

Selain permintaan, penurunan volume produksi didorong oleh naiknya harga bahan baku pada bulan lalu. Walau demikian, penyesuaian harga jual yang dilakukan pelaku industri cenderung minimum.

"Tingkat kepercayaan diri dunia bisnis menyentuh titik terendah sejak Oktober 2024. Hal tersebut sejalan dengan beberapa pabrikan yang mengkhawatirkan laju perekonomian global," kata Bhatti.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...