PMI Manufaktur RI Masih Kontraksi, tapi Serapan Tenaga Kerja Mulai Meroket

Tia Dwitiani Komalasari
2 Juni 2025, 09:58
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (15/1/2023). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya meningkatkan kinerja industri manufaktur pada tahun 2024 di tengah tantanga
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nz.
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (15/1/2023). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya meningkatkan kinerja industri manufaktur pada tahun 2024 di tengah tantangan geoekonomi dan geopolitik global. Hal itu karena industri manufaktur selama ini menjadi tulang punggung dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Lembaga pemeringkat S&P Global mencatat, Purchasing Managers’ Index atau PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2025 tercatat 47,4. Meskipun naik dari PMI bulan sebelumnya sebesar 46,7, namun indeks PMI tersebut menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih mengalami kontraksi.

Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, mengatakan ekonomi sektor manufaktur Indonesia menurun pada tingkat sedang pada bulan Mei. Ini merupakan penurunan terkuat pada permintaan baru dalam waktu hampir empat tahun yang menyebabkan penurunan solid pada volume produksi.

"Ekspor juga terus menurun, sementara perusahaan berupaya menyesuaikan inventaris dan tingkat pembelian menanggapi kondisi permintaan yang lemah," ujarnya dikutip Senin (2/6).

Berdasarkan data S&P, data survei terkini menunjukkan penurunan pada pesanan baru pada bulan Mei. Penurunan kedua dalam beberapa bulan dan yang paling besar sejak bulan Agustus 2021.

Perusahaan sering mengaitkan penurunan dengan permintaan pasar yang tidak bergerak dan penurunan permintaan. Permintaan internasional juga terus menurun, meskipun pada laju yang lebih lambat, dan produsen melaporkan penurunan ekspor khususnya ke AS.

Pesanan baru yang melemah menyebabkan penurunan berkelanjutan pada tingkat produksi pada bulan Mei. Output turun solid selama dua bulan berturut-turut meski agak berkurang dari bulan sebelumnya. Menanggapi penurunan operasinal, perusahaan mengurangi pembelian input karena aktivitas pembelian turun selama dua bulan berjalan.

Perusahaan juga melaporkan upaya mengurangi inventaris pra dan pasca produksi yang mereka gunakan untuk produksi dan menyelesaikan pesanan yang masuk selama permintaan masih tidak berubah. Meski permintaan input menurun, waktu pengiriman rata-rata diperpanjang dalam sembilan bulan karena kondisi cuaca buruk dan penundaan pengiriman.

Perusahaan Tingkatkan Penyerapan Tenaga Kerja

Namun demikian, Usamah mengatakan, perusahaan yakin periode penurunan ini akan berlalu karena mereka menaikkan tingkat ketenagakerjaan. Perusahaan menaikkan ketenagakerjaan sebanyak lima kali dalam enam bulan untuk menyiapkan pemulihan permintaan.

"Kepercayaan diri terkait perkiraan 12 bulan output juga menguat," ujarnya.

Selain itu, kapasitas tambahan juga membantu perusahaan mengurangi pekerjaan yang belum terselesaikan meski tingkat penurunan membaik sejak April. Dari segi harga, inflasi biaya naik tajam pada bulan Mei, dan menguat untuk pertama kali dalam tiga bulan. Panelis mencatat kenaikan harga bahan baku menyeluruh menyebabkan kenaikan beban biaya.

Akan tetapi, perusahaan berupaya menyerap biaya-biaya ini dan bahkan menawarkan diskon sebagai upaya merangsang permintaan. Akibatnya, harga output naik pada tingkat rendah, yang merupakan tingkat inflasi biaya terendah dalam delapan bulan ekspansi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...