Insentif Motor Listrik Rp 7 Juta Tertunda Imbas Kebijakan Tarif Trump


Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menyatakan bahwa pemberian insentif untuk pembelian motor listrik tertunda akibat kebijakan tarif resiprokal yang hendak diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Karena ada proses, ada soal tarif Trump itu yang kemudian membuat kita harus pending dulu sementara," kata Faisol di Jakarta, Senin (28/4).
Meski tertunda, Faisol memastikan bahwa pemberian insentif tersebut akan tetap berlanjut dan saat ini masih dalam proses. "Tapi itu akan tetap lanjut," ujarnya.
Transisi Menuju Energi Bersih
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menetapkan berbagai syarat untuk pengajuan subsidi motor listrik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 21 Tahun 2023.
Peraturan ini merupakan revisi dari Permenperin Nomor 6 Tahun 2023 yang mengatur panduan bantuan pemerintah untuk pembelian kendaraan listrik berbasis baterai (KBLBB) roda dua.
Subsidi sebesar Rp7 juta diberikan untuk satu nomor induk kependudukan (NIK), artinya setiap individu hanya dapat mengajukan subsidi satu kali. Kebijakan ini mencerminkan dukungan pemerintah dalam mempercepat pengembangan motor listrik di Indonesia sebagai bagian dari transisi menuju energi bersih.
Dalam program subsidi 2024, pemerintah mengalokasikan insentif untuk 200.000 unit motor listrik baru dan 50.000 unit motor konversi, dengan total anggaran mencapai Rp1,75 triliun. Kuota tersebut direncanakan terus meningkat hingga mencapai 1 juta unit sepanjang 2024 dan berpotensi diperluas pada 2025.
Pada Rabu (9/4) sore waktu AS, Presiden Donald Trump mengumumkan penundaan selama 90 hari atas penerapan tarif resiprokal terhadap berbagai negara mitra dagang.
Namun AS tetap menaikkan bea masuk produk dari Cina sebesar 125%. Negara-negara yang awalnya akan dikenai tarif resiprokal lebih tinggi hanya akan dikenakan tarif dasar sebesar 10%, termasuk untuk produk baja, aluminium, dan mobil.
Trump mengatakan bahwa lebih dari 75 negara telah menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan AS. Dia juga menegaskan bahwa pemerintahan AS tetap akan meninjau kemungkinan kenaikan tarif di sektor farmasi.