Alasan PMI Manufaktur Melonjak di Tengah Gelombang PHK

Andi M. Arief
4 Maret 2025, 11:02
Pengunjung melihat produk industri manufaktur pada pameran Manufacturing Indonesia 2024 di JIXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (4/12/2024). Pameran industri tersebut menghadirkan lebih dari 1.300 peserta pameran dari 32 negara/wilayah yang berfokus pada transf
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/Spt.
Pengunjung melihat produk industri manufaktur pada pameran Manufacturing Indonesia 2024 di JIXPO Kemayoran, Jakarta, Rabu (4/12/2024). Pameran industri tersebut menghadirkan lebih dari 1.300 peserta pameran dari 32 negara/wilayah yang berfokus pada transformasi industri lebih maju, berlangsung pada 4-7 Desember 2024.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyoroti kontradiksi antara optimisme pasar domestik dan tren pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur pada Februari 2025. Meskipun Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia meningkat, gelombang PHK masih terus berlanjut.

S&P Global mencatat PMI Indonesia naik menjadi 53,6 poin pada Februari 2025, menandai posisi ekspansif selama 11 bulan berturut-turut.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Perindustrian Saleh Husin menjelaskan kenaikan ini didorong oleh antisipasi lonjakan penjualan menjelang ramadan dan lebaran 2025.

"Naiknya PMI Februari 2025 disebabkan antisipasi kenaikan penjualan pada bulan-bulan mendatang, seperti ramadan dan lebaran. Hal ini mendorong peningkatan stok bahan baku dan aktivitas produksi sejak Januari 2025," ujar Saleh kepada Katadata.co.id, Selasa (4/3).

Meski demikian, Saleh mengakui bahwa gelombang PHK di sektor manufaktur masih berlanjut, terutama di industri tekstil dan elektronik. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena PHK sepanjang 2024 meningkat 20,16% dibanding tahun sebelumnya, atau bertambah sebanyak 13.080 orang.

Kasus terbaru adalah PHK lebih dari 10.000 pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) akibat gagal melunasi kewajiban utang. Menurut Saleh, faktor utama PHK ini adalah ketidakpastian ekonomi global, termasuk penurunan permintaan ekspor dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Cina.

"Ketidakpastian global ini diperparah oleh perang Rusia-Ukraina yang mengganggu pasokan bahan baku dan energi dunia, sehingga biaya produksi meningkat," katanya. Selain itu, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan upah minimum sejak awal 2025 turut memperberat beban industri.

Di sisi lain, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyebut data PMI tidak memiliki korelasi langsung dengan angka PHK. Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai data PMI mencerminkan perubahan bulanan, sedangkan PHK merupakan dampak akumulatif dari masalah jangka panjang.

Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan antar industri lokal, yakni antara industri padat modal dan padat karya. Dia menilai peningkatan PMI pada bulan lalu lebih banyak dinikmati industri padat modal seperti makanan dan minuman.

Sementara kinerja industri secara umum masih dalam kondisi ekspansi dan secara agregat menutupi kontraksi pada industri padat karya, termasuk PHK di industri tekstil.

"Industri padat karya relatif terseok, tapi industri padat modal mengalami peningkatan kinerja. Ini menjadi satu peringatan bagi pemerintah bahwa peningkatan performa industri tidak selalu diikuti peningkatan penyerapan tenaga kerja," kata Faisal.

Insentif dan Tantangan Industri Padat Karya

Sebagai upaya meredam dampak PHK, pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif untuk industri padat karya, di antaranya:

  1. Insentif pajak penghasilan untuk buruh.
  2. Subsidi bunga kredit 5% untuk revitalisasi mesin.
  3. Bantuan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 50%.

Faisal menilai insentif untuk industri padat karya tidak bisa dipukul rata karena kebutuhan setiap sub-sektor manufaktur berbeda. Menurutnya, insentif yang telah diberikan pemerintah sejak akhir tahun lalu tidak cocok untuk memulihkan industri tekstil saat ini.

"Insentif pemerintah harus dibarengi dengan kontrol impor ilegal dan sinkronisasi kebijakan antar sektor agar benar-benar efektif," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...