DPD Minta Kewenangan Pemda Diperkuat dalam RUU Minerba pertambangan
RUU Mineral dan batu bara (minerba) menuai polemik, terutama karena pemberian izin pertambangan akan dialihkan ke pemerintah pusat (pempus). Dewan Perwakilan Daerah (DPD) meminta RUU itu direvisi, dan mendorong penguatan kewenangan bagi pemerintah daerah (pemda).
DPD meminta agar pempus tidak mengambil semua kewenangan lewat revisi atas UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Hal ini disampaikan DPD saat rapat kerja bersama dengan Tim Panitia Kerja (Panja) Komisi VII.
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin meminta agar perizinan tambang melibatkan pemda. Selain itu, RUU ini harus menyinkronkan kewenangan pemda dan berdasarkan pada jenjang.
Dengan begitu, ada kepastian terkait kewenangan pemda dan tidak tumpang tindih. (Baca: DPD Usul Kewajiban Divestasi Saham untuk Seluruh Usaha Tambang)
Pada kesempatan itu, DPD meminta agar kewenangan pemda diperkuat. Selain itu, kegiatan usaha pertambangan melibatkan koperasi dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Hal ini bertujuan memperkuat perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.
"Beberapa pasal telah diatur seperti di Pasal 38, Pasal 46 Ayat (1), dan Pasal 46 Ayat (2)," ujar Bustami saat video conference bersama Tim Panja Komisi VII, Senin (27/4).
Selain itu, Bustami menilai bahwa pemerintah kabupaten dan kota penghasil harus mendapatkan bagi hasil 8% terkait pertambangan. Saat ini, besarannya hanya 6%.
(Baca: Deretan Pasal Bermasalah RUU Minerba dan Alasan DPR Tetap Kebut Bahas )
Rinciannya, dari dana bagi hasil 8% itu, 2% di antaranya dialokasikan untuk provinsi. Sedangkan daerah masing-masing mendapatkan 1%, sementara wilayah penghasil memeroleh 5%.
"Hal ini sesuai yang tertera pada pasal 129 Ayat 1, dan pasal 129 ayat 2 huruf a, pasal 129 Ayat (2) huruf b, dan pasal 129 Ayat (2) huruf c," kata Bustami.
Menanggapi usulan-usulan tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin mendukung DPD. Sebab, dalam praktiknya di lapangan, pemda selalu terdepan dalam merampungkan persoalan terkait perizinan.
Karena itu, ia sepakat bahwa porsi kewenganan pemda harus cukup. "Kalau terjadi masalah, terutama pembebasan lahan atau penyerapan tenaga kerja lalu ribut dan ada demonstrasi, yang turun menyelesaikan itu pemda bukan pempus,” ujar dia.
(Baca: Bahas RUU Minerba, Presiden Jokowi dan DPR Dinilai Bohongi Rakyat)
Namun, Komisi VII Fraksi Partai Golkar Maman Abdurrahman berpendapat lain. Ia menilai, kewenangan daerah ditarik ke pusat merupakan langkah yang tepat. Sebab, beberapa izin di daerah sering dikomersialisasi.
Selain itu, sering terjadi tumpang tindih aturan. Sepengetahuan Maman, ribuan izin di daerah tidak berjalan dengan optimal.
"Saya berbeda semangatnya. Otonomi derah ini akan membuat bottleneck. Kita terjebak konteks memberikan otoritas daerah justru membuat tumpang tindih wewenang," kata dia.
Dalam RUU Minerba, memang ada beberapa pasal yang dipersoalkan. Di antaranya Pasal 4, 7 dan 8 yang mengubah kewenangan pemberian izin pertambangan ke pemerintah pusat.
Dalam UU yang masih berlaku saat ini, perizinan diberikan oleh pemerintah provinsi. Ini pun berubah dari UU Minerba Tahun 1999 yang memberi wewenang pemerintah kota/kabupaten mengeluarkan izin.
(Baca: Percepatan Pembahasan RUU Minerba Dituding Terkait Hasil Pilpres)