Susul GoPay, LinkAja dan OVO Susun Strategi Sediakan Layanan Bayar SPP

Image title
20 Februari 2020, 13:37
Susul GoPay, LinkAja dan OVO Susun Strategi Sediakan Layanan Bayar SPP sekolah
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Ilustrasi, pengunjung melakukan transaksi menggunakan layanan keuangan berbasis elektronik LinkAja saat peluncuran di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (30/6/2019).

Pendidikan menjadi salah satu sektor yang mulai dilirik perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran. Setelah GoPay, giliran LinkAja, OVO, DANA dan Doku menyiapkan strategi untuk bisa menyediakan layanan bayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan alias SPP sekolah.

Head of Corporate Communications LinkAja Putri Dianita mengatakan, perusahaan tengah memproses kerja sama dengan 45 universitas dan sekolah untuk menyediakan layanan pembayaran. LinkAja menargetkan bisa menyediakan fitur tersebut pada April nanti.

Saat ini, layanan pembayaran LinkAja tersedia di kantin 25 kampus Indonesia. Kini, perusahaan ingin memperluas cakupan dengan menyediakan layanan pembayaran SPP sekolah dan lainnya.

(Baca: Viral saat Nadiem Jadi Menteri, Bayar SPP Kini Bisa Pakai GoPay)

Putri menyampaikan, banyak sekolah meminta penyediaan layanan pembayaran berbasis digital. “Mayoritas pembayaran SPP sekolah saat ini kan masih manual," ujar Putri kepada Katadata.co.id, Rabu (19/2).

Perusahaan melihat kebutuhan itu sebagai peluang. LinkAja bisa mendigitalkan layanan pembayaran di lembaga pendidikan mulai dari SPP sekolah, denda perpustakaan, dan lainnya.

Selain itu, sekolah merupakan salah satu ekosistem potensial untuk mengedukasi masyarakat terkait layanan fintech pembayaran. (Baca: Saingi GoPay, OVO Bisa Dipakai Bayar Kuliah dan Beri Cashback)

Hanya, ada beberapa tantangan untuk masuk ke sektor pendidikan, seperti gap teknis. "Jadi butuh waktu lebih lama untuk mengintegrasikan teknologi," ujar Putri.

Beberapa sekolah juga membatasi penggunaan ponsel pintar (smartphone). Lalu, masih ada pedagang di kantin yang kesulitan menggunakan layanan fintech pembayaran.

Sedangkan OVO tengah menanti izin dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk bisa menyediakan layanan bayar SPP sekolah. OVO telah mengirimkan surat ke Pendiri Gojek tersebut.

Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, pemerintah membuka ruang bagi OVO untuk terlibat dalam program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Salah satu unicorn ini juga sudah menggelar audiensi dengan Kemendikbud terkait kesiapan merambah sektor pendidikan.

"Sudah sampaikan surat ke Pak Menteri (Nadiem Makarim). Semoga diterima. Kami prinsipnya siap. Tapi menunggu arahan dari beliau bagaimana," kata Karaniya di Jakarta.

Ia optimistis, pemerintah tidak membiarkan salah satu perusahaan saja yang menyediakan layanan pembayaran SPP sekolah. “Pemerintah buka ruang buat semua. Tidak mungkin buat satu saja. Kami juga siap untuk mendukung," ujar Karaniya.

(Baca: OVO Tunggu Izin Nadiem untuk Buka Layanan Bayar SPP Seperti GoPay)

Chief Communications Officer (CCO) DANA Chrisma Albandjar menilai, sekolah berpotensi mengadopsi layanan fintech pembayaran. "Keberadaan dompet digital seperti perusahaan kami dirancang untuk menjawab semua kebutuhan finansial masyarakat Indonesia termasuk edukasi pengelolaan uang untuk pelajar pada khususnya,” katanya.

Akan tetapi, perusahaan menghadapi tantangan dari sisi infrastruktur telekomunikasi. Selain itu, literasi digital dan kepercayaan masyarakat terkait layanan fintech pembayaran perlu ditingkatkan.

Sedangkan Doku mengaku sudah menggandeng lembaga pendidikan sejak 2017, salah satunya dengan PT Indoglobal Nusa Persada alias Pintro. Layanan pembayarannya untuk uang pendaftaran, uang masuk, SPP dan lainnya.

Namun, mayoritas pengguna menggunakan metode pembayaran bank transfer, kartu debit dan kredit untuk membayar uang pendidikan lewat platform Doku. Padahal, menurut Chief Compliance and Regulatory Officer (CCRO) Doku Ricky Richmond Aldien, fintech pembayaran berpeluang merambah sektor pendidikan.

Selain karena masyarakat mulai terbiasa, pemerintah menerapkan standardisasi kode Quick Response (QRIS). “Ini memungkinkan pembayaran dari seluruh penerbit uang elektronik dan mobile banking hanya dengan memindai satu kode QR di lembaga pendidikan," ujar Ricky.

(Baca: Marak Penipuan Lewat Kode OTP, Fintech Disarankan Pakai Sidik Jari)

Akan tetapi, ia sepakat dengan LinkAja dan DANA bahwa ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan. Misalnya, mengubah tata kelola lembaga pendidikan dari tunai ke non tunai. Lalu, waktu settlement dan perubahan prosedur verifikasi yang berpotensi mendapatkan resistensi dari pengelola pada working level.

"Selain itu, belum tersedianya sistem pengelolaan pendidikan pada suatu sekolah yang mengakibatkan proses pembayaran tak berjalan otomatis," ujar Ricky.

Sekadar informasi, GoPay lebih dulu menyediakan layanan bayar SPP sekolah. GoPay juga bisa dipakai untuk membayar buku, seragam hingga kegiatan ekstrakurikuler. Pembayaran dilakukan melalui fitur GoBills di aplikasi Gojek.

Sekitar 180 lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, sekolah dan tempat kursus di Indonesia telah terdaftar di GoBills. Perluasan layanan seperti itu merupakan upaya Gojek untuk meningkatkan loyalitas pengguna. 

"Layanan terbaru ini membebaskan orang tua dan wali murid membayar pendidikan anak di mana dan kapan saja, tanpa harus hadir ke sekolah," kata Senior Vice President Sales GoPay Arno Tse dalam siaran pers, Senin lalu (17/2).

(Baca: Gojek Tanggapi Maia Estianty yang Tertipu Driver & Saldo GoPay Dikuras)

Reporter: Cindy Mutia Annur
Video Pilihan
Loading...

Artikel Terkait