Salah satu istilah yang sedang ramai diperbincangkan di era “in this economy” saat ini adalah “Rojali”. Istilah ini tidak merujuk pada nama seseorang melainkan sebuah akronim yakni rombongan jarang beli. Rojali adalah fenomena yang kerap ditemukan di pusat-pusat perbelanjaan yang ramai dengan pengunjung, tetapi sedikit yang berbelanja. 

Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena Rojali ini merupakan tanda bahwa daya beli masyarakat sedang melemah. Masyarakat cenderung pergi ke pusat perbelanjaan hanya untuk rekreasi. 

“Kelas menengah makin terimpit oleh biaya hidup, terutama inflasi bahan pangan, harga perumahan, dan suku bunga yang tinggi. Mereka ke mal hanya untuk rekreasi atau refreshing, bukan belanja,” kata Bhima kepada Katadata 21 Juli lalu.

Dia menilai bahwa kelas menengah merupakan penyumbang konsumsi terbesar sedang mengalami tekanan ekonomi dari inflasi dan cicilan, sehingga cenderung hanya fokus untuk memenuhi kebutuhan pokok. 

Selain itu faktor tersebut, ada pula faktor belanja online yang memang lebih memudahkan konsumen. Data nilai transaksi lokapasar dari Bank Indonesia pada 2019-2024 menunjukkan tren positif. Pada 2024 nilai transaksi lokapasar berada di angka Rp487,01 triliun dan menjadi yang tertinggi sejak 2019.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menilai, fenomena Rojali menunjukkan masyarakat kelas menengah memang sedang berhati-hati dalam mengeluarkan uang. Banyak dari kelas menengah, justru memilih berinvestasi ketimbang membeli barang.

“Mereka lebih memilih instrumen investasi dibanding konsumsi barang. Untuk kelompok berpendapatan rendah, faktor utamanya jelas karena penurunan daya beli,” kata David kepada Katadata.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Bintan Insani