KATADATA ? Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyiapkan empat gebrakan guna memajukan industri perikanan Indonesia. Keempat jurus tersebut adalah memperbanyak bandara mini, memberantas penangkapan ikan secara illegal, mendorong nelayan berpikir komersial, serta membuka data kepemilikan kapal nasional dan asing.
Untuk program pembangunan bandara mini, Susi ingin meniru kesuksesan Pulau Simeulue di Aceh dalam perbaikan jalur distribusi hasil laut. Simeulue memiliki potensi lobster sangat besar. Semula, nelayan di pulau ini menggunakan jalur perjalanan laut yang membutuhkan waktu satu malam atau 12 jam ditambah 9 jam jalur darat untuk mengirimkan lobster ke Medan. Namun, setelah dibangun bandara mini dengan panjang landasan 1 km, distribusi hasil laut hanya butuh waktu 1 jam.
Kedua, memberantas pelaku penangkapan ikan illegal (illegal fishing), khususnya di wilayah Timur Indonesia dan daerah perbatasan. Ketiga, membantu para nelayan pesisir agar mengubah pola pikir ke arah komersial sehingga mereka bisa meningkatkan kesejahteraannya. Keempat, soal pembukaan data kepemilikan kapal, baik yang dimiliki oleh pengusaha nasional atau asing. Ini diperlukan untuk mengetahui potensi produksi perikanan Indonesia, sekaligus mengenali kapal pencuri kekayaan laut Indonesia.
Susi tengah menjadi perbincangan di sosial media karena bisa menjadi Menteri hanya dengan ijazah SMP, serta gemar merokok dan memiliki tato. Namun, dibalik itu, Susi ternyata memiliki banyak prestasi. Dia dikenal sebagai pengusaha maskapai penerbangan Susi Air, serta pengusaha perikanan sukses, sebagai eksportir lobster ternama. Padahal, bisnisnya diawali hanya dengan modal Rp 750.000 dari hasil penjualan perhiasan pada 1983.
Maskapai ?Susi Air? yang dipimpinnya, sejauh ini mampu meraih pendapatan Rp 300 miliar per tahun dan lebih dari 900 karyawan. Susi Air juga memiliki 32 pesawat jenis Cessna Grand Caravan, perusahaan terbesar ke-2 setelah FedEx yang memakai pesawat jenis tersebut.