Pipa milik Pertamina yang mengalirkan minyak mentah dari Terminal Lawe-Lawe ke Kilang RU V putus pada Sabtu 31 April lalu. Kejadian ini telah menyebabkan kebakaran dan mencemari laut di kawasan Teluk Balikpapan. Perseroan milik negara tersebut pun terancam sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan ada dua kemungkinan penyebab pipa putus, yaitu akibat terkena atau tertarik jangkar kapal atau karena kualitas pipa minyak itu sendiri. Namun, tim Kementerian ESDM maupun Kementerian Lingkungan Hidup masih belum bisa memastikan penyebabnya.
Kasus tumpahan minyak di Balikpapan ini termasuk kasus besar karena kebocoran mencapai 40.000 barel atau setara 4.000 ton minyak. Menurut The International Tanker Owner Pollution Federation, tumpahan minya di atas 700 ton termasuk kategori tingkat besar.
Selain di Teluk Balikpapan, selama setahun terakhir telah terjadi sembilan kasus kebocoran minyak. Pada awal 2018 ini juga telah terjadi dua kasus tumpahan minyak lainnya yaitu di Kolombia dan Laut Cina Timur.
Dampak dari kebocoran minyak tidak hanya pada kondisi lingkungan tapi juga pada kondisi ekonomi. Kasus kebocoran minyak bisa meningkatkan harga minyak di dunia seiring berkurangnya pasokan energi. Di samping juga akan mempengaruhi keseimbangan harga produk lainnya.