Nilai tukar rupiah menyentuh titik terendah dalam dua tahun terakhir. Per 21 Mei 2018, kurs rupiah tercatat Rp 14.190 per dolar Amerika Serikat (AS), atau turun sekitar 4,4 persen dibandingkan posisi pada awal tahun.
Namun, pelemahan mata uang juga terjadi di sejumlah negara. Filipina, India, dan Rusia juga mengalami pelemahan bahkan lebih buruk dibandingkan Indonesia. Pelemahan nilai tukar ini merupakan dampak dari kenaikan suku bunga acuan the Fed sehingga menyebabkan gejolak di pasar keuangan global.
(Baca: Rupiah Anjlok, Gubernur BI: Ekonomi 2018 Lebih Kuat dari 1998 dan 2008)
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan, ketahanan ekonomi Indonesia saat ini dalam menghadapi pasar global lebih kuat dibandingkan kondisi pada 1998 atau 2008.
Selain faktor the Fed, kenaikan harga minyak dunia juga membuat tekanan impor minyak dan gas (migas) di dalam negeri meningkat. Sementara dari dalam negeri, neraca pembayaran yang mengalami tekanan akibat defisit neraca pembayaran dan investasi di sektor portofolio.
(Baca: Rancang APBN 2019, Sri Mulyani Pasang Asumsi Rupiah Hingga 14.000/US$)