Industri biodiesel Indonesia memerlukan standarisasi dari hulu ke hilir untuk menjaga keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan ketika standarisasi diterapkan. Mulai dari menjamin ketersediaan pasar, menjamin keberlanjutan komoditas, menjaga kualitas komoditas, menjaga kelestarian lingkungan, sampai menghindari permasalahan sosial.
Standarisasi juga perlu diiringi dengan transparansi dan ketelusuran. Ini dimaksudkan supaya publik bisa mengakses data Hak Guna Usaha. Selain itu, publik juga bisa mendeteksi perkebunan ramah lingkungan dan mengidentifikasi asal-usul biodiesel yang digunakan.
Persoalannya, sejauh ini belum ada satu pun lembaga nasional maupun internasional yang mengatur standarisasi biodiesel dari hulu ke hilir. Dari perkebunan sampai pemanfaatannya oleh konsumen. Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) misalnya, pengaturan standarisasinya masih sebatas proses di hulu, sampai pabrik biodiesel.
International Sustainability & Carbon Certification (ISCC), Roundtable on Sustainable Biomaterials (RSB), dan Global Bioenergy Partnership (GBEP) sebetulnya sudah masuk ke dalam bagian hilir. Hanya saja masih sebatas di terminal BBM, belum sampai ke penggunaan oleh konsumen. Indonesia sendiri telah memiliki lembaga standarisasi nasional, yakni Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Namun prinsip dan kriteria standarisasi ini baru mencakup perkebunan hingga pabrik kelapa sawit.