Pemimpin IMF dan Bank Dunia Bilang Pencapaian Indonesia “Unbelievable”

Ilustrator: Betaria Sarulina
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Yura Syahrul
13/10/2018, 22.03 WIB

Pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, yang selesai akhir pekan ini (14/10), boleh dibilang berjalan mulus dan menorehkan sejumlah catatan penting. Meski sebelumnya sempat dibayangi aneka keraguan, kritik, dan rentetan bencana alam di berbagai daerah Indonesia.

Menurut Ketua Panitia Penyelenggara Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018, Luhut Binsar Pandjaitan, ada lebih 35 ribu orang dari 189 negara yang mendaftar untuk menghadiri event tersebut. Selama satu pekan, ada ribuan forum digelar, di luar acara utama sidang IMF dan Bank Dunia.

Forum-forum itu juga membuahkan sejumlah kesepakatan bagi Indonesia, seperti pendanaan infrastruktur, investasi, dana bencana, hingga kerja sama perdagangan online (e-commerce). “Yang paling penting lagi, mempromosikan Indoesia ke dunia,” kata Luhut dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata.co.id di paviliun tempatnya menginap, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10) pagi.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini mengungkapkan lika-liku persiapan pertemuan IMF tersebut, termasuk menekan biaya, interaksinya dengan para pemimpin lembaga keuangan global, hingga tantangan pemerintah menjelang Pemilu tahun depan di tengah kondisi turbulensi kondisi ekonomi. Berikut petikannya.    

Apa tantangan terbesar dalam mempersiapkan event akbar pertemuan tahunan IMF – Bank Dunia di Bali ini?

Tantangannya adalah bagaimana kita mengkordinasikan ini semua. Kedua, bagaimana mengkordinasikan dengan luar, dengan Washington DC, dengan IMF World Bank sana. Bukan pekerjaan mudah juga. Jadi saya (awalnya) tidak paham untuk apa sih IMF – World Bank itu. Tapi saya selama beberapa waktu belajar dan kita kemudian koordinasikan dengan bagus. Puji syukur sampai hari ini semuanya bisa berjalan baik.

Selama persiapan tahun ini, terjadi bencana alam mulai dari gempa Lombok, bahkan sepekan lalu ada gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Bagaimana menyakinkan IMF bahwa kita sanggup menyelenggarakan acara ini?

Kalau bencana alam atau gempa, Indonesia itu kan di ring of fire. Dengan teknologi yang makin maju, kita makin cepat tahu (terjadinya gempa). BMKG kita sekarang makin canggih sehingga semakin banyak informasi yang dulunya tidak diketahui.

Tapi saya juga jelaskan di teman-teman di Washington, di IMF dan World Bank, kami siap menangani itu. Lalu tiba-tiba terjadi (erupsi) Gunung Agung. Tadinya dikira kalau Gunung Agung erupsi, seluruh Bali terdampak. Tapi kan tidak, Gunung Agung erupsi itu hanya 12 kilometer (km).

Kami tanya ahlinya lagi, Prof Surono dan bidang vulkanologis. Mereka membuat ramalan dan mempelajari semua, kalau sampai bulan Maret tahun ini tidak ada erupsi besar lagi maka tidak terjadi erupsi lagi sampai Oktober tahun ini, atau mungkin beberapa waktu ke depan.

Ternyata ramalan teman-teman kita di Indonesia ini hebat-hebat semua. Puji syukur Gunung Agung sampai sekarang aman.

Bagaimana dengan bencana setelah Gunung Agung?

Kemudian terjadi (gempa) Lombok, lalu terjadi lagi di Palu. Dari situ justru kita belajar lagi sekarang, bahwa kita sudah harus punya satu kontigensi untuk menghadapi hal-hal semacam ini. Kita pelajari sekarang, tim lagi mempelajari semuanya. Ada tim dari BPPT, ITB, LIPI dan dari Jepang.

Saya lihat preliminary study mereka, memang semua titik di Indonesia itu (rawan) gempa, kecuali ada sedikit di Medan, Palembang, Bangka-Belitung, Surabaya, Kalimantan hampir semuanya tidak ada gempa, kemudian Makassar, ada juga kepala burung di Papua. Indonesia itu hampir semuanya terkena gempa karena (berada) di ring of fire.

Lantas, bagaimana menyikapinya?

Jadi tidak perlu bilang (ini) kutukan Tuhan atau segala macam. Kalau kita lihat sejak tahun 1.600-an, data dari abad ke-16, memang Indonesia itu penuh gempa. Tinggal bagaimana mengantisipasinya dan apa langkah kita menolong kalau bencana itu terjadi.

Selama ini kita kurang, setelah kejadian baru bereaksi. Sekarang kita mau lihat ada logistic base di beberapa titik, 4 atau 5, yang sudah siap alat berat, obat-obatan, mesin penjernih air. Kira-kira itu semua yang dibutuhkan kalau terjadi gempa. Kapal yang membawa itu dari TNI Angkatan Laut, sehingga bisa segera. Jadi dalam 3x24jam, barang-barang ini sudah terlokalisir sehingga harus sampai di lokasi bencana sesegera mungkin.

(Arief Kamaludin | KATADATA)

Apakah sudah ada rencana kontigensi jika terjadi bencana saat pertemuan IMF?

Ya memang sudah ada kontigensi itu. Kita dengan BMKG dan Badan Vulkanologi juga sangat dekat. Jadi pasti ada (rencana kontigensi). Kalau gempanya (menimbulkan) tsunami, kami memang sangat menaruh perhatian.

Tapi sejarah di Bali, kita jadi belajar, belum pernah ada tsunami yang tinggi. Jadi kita tidak terlalu khawatir. Itulah alam, kita tidak bisa memprediksi. Tapi dari para ilmuwan dan data yang didapat, kira-kira bentuknya seperti itu.

Bagaimana dengan gempa tadi malam (gempa di dekat Situbondo, 11/10/2018)? Apakah banyak peserta pertemuan ini yang menanyakan…

Tidak juga. Disini sih hampir… saya di Bali saja hampir 4 tahun terakhir ini, sudah beberapa kali saya mengalami (gempa). Tadi malam saya merasakan juga, kok ada goyang. Kemudian berhenti, saya tidur lagi.

Bagaimana pun kita tinggal di ring of fire, kita kan tidak mau juga tinggal di daerah begini. Tapi Tuhan sudah menciptakan begini, ya kita syukuri. Kita gunakan teknologi dan kearifan untuk mengantisipasi semua itu.

Biaya penyelenggaraan pertemuan IMF-Bank Dunia ini mendapat sorotan dari para politisi di dalam negeri. Pak Rizal Ramli (mantan Menteri Koordinator Kemaritiman) mengatakan seharusnya biayanya cukup Rp 100 miliaran saja…

Ya suruh saja dia yang bayar kalau dia bisa. He-he-he… jadi jangan ngomong lahh, kalau tidak tahu jangan ngomong. Saya itu diberi plafon oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 855 miliar, dan itu sudah disetujui Komisi XI DPR. Makanya DPR jangan banyak ngomong karena semua pimpinan DPR ada di situ dan saya hadir (sidang paripurna DPR). Jadi kita semua setuju.

Dari Rp 855 miliar itu, sampai saat ini kami akan menggunakan Rp 566 miliar. Tapi kemarin Pak Susiwijono, Sekretaris Pelaksana —saya sampaikan masih bisa ditekan-tekan tidak? Dia (Susiwijono) jawab, kayaknya masih bisa. Jadi kita menekan-menekan kurang dari Rp 500 miliar.

Petugas melakukan ramp check mobil yang akan dipakai delegasi Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Lapangan Lagoon, Nusa Dua, Bali, 4 Oktober 2018.. (ANTARAFOTO | Fikri Yusuf)

Bagaimana efisiensi biaya itu dilakukan di lapangan?

Saya ingin garis bawahi, semua yang datang (ke pertemuan tahunan IMF) tidak ada yang  kita bayarin. Semua bayar sendiri-sendiri. Kau tanya saja semua mereka.

Yang dibilang mobil-mobil mewah, mobil Mercedes E200, itu kan Merci sewaan tahun 2015. Itu dari taksi Bluebird, dari Jakarta itu. Presiden (Jokowi) kalau soal hemat-hemat, jangan tanya lah. Perintahnya, apapun yang bisa dihemat maka harus dihemat.

Jadi orang bilang mobil mewah, itu Mercedes tahun 2013 dan 2015. Jim Yong Kim (Presiden Bank Dunia) pakai barang itu. Kemarin saya satu mobil dengan dia. Dia tanya saya di mobil, “Ada apa..saya dengar aspek politik di sini?” Saya bilang: biasalah mau pemilu, ya nyari-nyari kelemahan kita. Salah satunya mobil mewah yang kita pakai ini, ini E200 tahun 2015. Ini kondisinya bagus saya cek. Kamu tahu tidak, ini apa sebetulnya? Ini taksi. Hah, taksi? Ngakak dia (Jim Kim).

Kita memang sewa saja taksi, wong kamu pakai cuma berapa hari. Kamu pakai juga dari tempatmu ke venue, itu paling 5 menit. Dari sini ke airport, ya sudah kenapa harus beli baru? Ngakak dia… Saya bilang, kamu sekarang menaiki taksinya Indonesia… Ha-ha-ha…

(Catatan: Tiap hari selama pertemuan tahunan IMF -Bank Dunia di Nusa Dua, ratusan mobil Mercedes Benz seri E200 berwarna hitam terlihat memenuhi lapangan Lagoon. Lapangan ini berjarak sekitar 1 km dari Bali Nusa Dua Convention Center –pusat pertemuan tersebut. Kepada Katadata, seorang pengemudi mengaku merupakan sopir taksi Merci E200 di Jakarta, yang berada di Bali sejak 1 Oktober lalu untuk melayani delegasi dari salah satu negara di Afrika.)  

(Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA)

Selama persiapan dan saat event ini belangsung, Anda berkomunikasi intens dengan Jim Kim dan Christine Lagarde (Direktur Pelaksana IMF). Bagaimana penilaian mereka tentang event ini dan ekonomi Indonesia?

Sebetulnya hubungan saya dengan mereka jadi personal, pertemanan begitu. Bicara juga lebih terbuka. Jadi saya bertanya dan mereka juga bicara terbuka.

Keduanya secara terpisah memberikan impresi. Pertama, mereka melihat ekonomi Indonesia itu fundamentalnya bagus. Tapi saya katakan masih banyak inefisiensi. Presiden Jokowi itu terus bekerja habis-habisan supaya kita lebih efisien.

Anda bisa lihat lah Ease of Doing Business Indonesia dari peringkat 102 sekarang jadi 72. Presiden masih perintahkan, pokoknya sampai di bawah 50. Jadi kami semua kerja keras untuk itu. Mereka (Jim Kim dan Lagarde) bilang, itu unbelievable. Tidak ada negara lain seperti kalian ini.

Pandangan lainnya?

Impresi kedua, kenapa rupiah kami ini terdpresiasi? Dia bilang begini: satu, karena trade war Amerika sehingga menyebabkan inflasi mendekati 3%. Padahal targetnya 2%. Jadi The Fed (bank sentral Amerika Serikat) harus menaikkan interest rate-nya. Karena itu, semua dolar lari ke Amerika.

Yang kena bukan Indonesia saja. Dia bilang, depresiasi rupiah 10%, kira-kira Autralia juga 10%, New Zealand juga 10%, India malah sudah 15-17%. Turki jangan tanya, Brasil juga.

Sebenarnya bukan hanya emerging market yang kena, juga negara-negara maju kena. Jadi jangan kalian bilang rupiah terdepresiasi karena ekonomi tidak bagus, tapi karena dolar menguat maka semua currency dunia terkena. Termasuk yuan. Yuan itu devaluasi sekarang sehingga (melemahnya) sampai 12%.

Nah, sekarang bagaimana kalian memitigasi itu? Saya cerita tiga langkah yang dilakukan: mandatori B20, lokal konten, batu bara yang diekspor, dan pariwisata. Beliau (Jim Kim) bilang, pariwisata kalian hebat. Jadi kalau bisa didorong lagi itu akan sangat bagus. Kemudian beberapa insentif kami keluarkan, yang juga menurut Jim Kim maupun Lagarde, sangat bagus.

Saya cerita juga, proses pengambilan keputusannya juga melibatkan BI namun dengan tidak mengurangi independesinya. Pelaku pasar juga terlibat. Jangan kita bikin peraturan, tapi tidak bisa jalan. Terakhir ya pemerintah sendiri. Kombinasi itulah yang melahirkan strategi kita untuk menghadapi keadaan ekonomi yang tidak menentu saat ini.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (kanan) bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyaksikan penanaman terumbu karang di Nusa Dua, Bali, 7 Oktober 2018. (ANTARAFOTO | Wira Suryantala)

Seperti apa respons investor global, misalnya BlackRock (raksasa investasi asal Amerika Serikat) dan Jack Ma (Pendiri Alibaba) yang juga hadir saat pertemuan IMF di Bali ini?

Saya terus terang. jujur nih, saya juga belajar. Saya pikir pertemuan IMF - World Bank ini sekadar meeting. Meeting ini satu hal, tapi yang super banyak adalah pertemuan-pertemuan antara private sector. Ini ada lebih dari 2.000 pertemuan.

Seperti BlackRock, saya juga baru tahu kalau (nilai aset) investasinya di Indonesia sudah hampir US$ 30 miliar selama beberapa tahun ini. Itu kan gede banget. Nah dia ingin membuktikan investasinya di Indonesai aman.

Saya ketemu mereka (BlackRock) juga di New York pada 10 hari lalu. Mereka bilang akan tetap investasi di Indonesia. Setelah kami berikan briefing, memberitahukan langkah-langkah untuk mitigasi (pelemahan) nilai tukar, kenaikan harga minyak. Itu kan faktor-faktor yang sangat menentukan.

Mereka bilang tidak (keluar dari Indonesia), karena melihat government betul-betul prudent dan kredibel menata angaran dan belanja. Jadi kalau ada masalah seperti ini (depresiasi rupiah), (penyebabnya) itu karena Amerika.

Jadi ada sangat banyak peraih Nobel hadir di sini, ada juga profesor-profesor yang ahli SDG’s dari Columbia University dan Harvard University. Top-top semua.

Anak-anak muda yang ada, saya suruh hadir semua di pertemuan-pertemuan kecil seperti begitu untuk mendengerkan orang-orang pintar tersebut. Kalau tidak ada ini, kan mesti pergi jauh-jauh ke Amerika.

Tapi tetap ada kritik terhadap pertemuan IMF ini…

Nah sekarang itu yang kita lihat dan saya sedih juga—karena mungkin juga karena ketidaktahuan. Tapi kadang-kadang kalau intelektual ngomong, mestinya ngerti lah, matanya mungkin buta atau dibutakan. Padahal ini untuk negerinya, bukan untuk pemerintahan Pak Jokowi semata dan akan berlanjut terus ke depan.

Kita belajar jadi dewasa sebagai pemimpin dan sebagai intelektual Indonesia. Jangan kita—saya pakai istilah agak kasar ya—jangan kita melacurkan diri kita, intelektualitas kita, hanya untuk ambisi sesuatu. Saya bilang ke mereka: kalau bicara pakai data. Pemerintah jauhlah dari sempurna, tapi kami bekerja dengan data. Semua kita lihat datanya, lihat studinya. Dasarnya dari situ semua. Tapi saya ingin katakan pada Anda, progress-nya itu oleh orang-orang dilihat di atas rata-rata.

Paviliun Indonesia di Annual Meeting IMF-WB 2018 (Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA)

Bagaimana pencapaian dari target penyelenggaraan pertemuan IMF ini?

Targetnya banyak banget. Pertama, saya kira paling tidak sampai hari ini Jim Kim dan Lagarde serta semua perangkatnya memberikan apresiasi begini, thumbs up. (Mereka bilang) kami belum pernah melihat penyelenggaraan seperi ini.

Ya ada complain kecil-kecil, demonstrasi kok tidak boleh. Saya bilang, loh demonstrasi itu boleh tapi harus mengikuti aturan Indonesia. Jadi, harus daftar 3 hari sebelumnya. Harus di tempat tertentu. Itu undang-undang. Jadi, semua bisa tapi harus sesuai undang-undang.

Outcome lainnya banyak. Ada mitigasi tentang kontigensi gempa bumi. Nah itu kita masukkan di sini. Kalau tidak sekarang, kapan lagi mau menjadi ranah internasional.

Apa lagi pencapaiannya?

Masalah blended finance, kapan lagi kita dapat pendanaan di luar APBN? Di pertemiuan ini kita manfaatkan. Sharing pain istilahnya, sharing contribution dan sharing risk. Kemarin Bu Ani (Menteri Keuangan Sri Mulyani) di Jakarta sudah bisa membuat sampai US$ 4 miliar, sekarang di sini US$ 10 miliar.

Jadi banyak lagi yang lain. Yang paling penting lagi, mempromosikan Indoesia ke dunia. Ada 189 negara yang hadir. Tapi kalau saya lihat dari angka partisipan yang datang atau peserta, kita harapkan 19 ribu orang. Sedangkan daftar per dua hari lalu itu sudah 35.557 orang. Katakanlah itu 80% yang hadir, jumlahnya 27.000 orang.

Pemerintah sudah sukses menyelenggarakan Asian Games dan mungkin pertemuan IMF yang selesai akhir pekan ini. Tapi pemerintah masih ada pekerjaan berat menjelang Pemilu enam bulan ke depan di tengah kondisi turbulensi ekonomi. Bagaimana Anda menyikapinya?

Saya pikir, pertama ini menunjukkan kredibilitas pemerintah. Semua ini mampu diatasi dengan baik. Ekonomi ini saya yakin juga bisa kita atasi. Tapi kita harus yakin dan sabar. Semua tidak boleh takabur.

Menurut saya, tidak ada alasan yang tidak (berhasil)… soalnya presidennya lurus-lurus kok, merakyat kok, berani kok, makin paham. Jadi saya tidak melihat masalah yang tidak bisa terselesaikan. Team work-nya presiden juga bagus.

Apakah ini akan menjadi fase terberat pemerintah untuk menyelesaikan masalah ekonomi ditambah serangan politik semakin meningkat?

Saya pikir kami memitigasinya cukup baik. Saya tidak melihat ada serangan-serangan yang terlalu dahsyat. Apa sih salah kami (pemerintah), apa kurang kami? Semua juga bilang bagus. Paling berapa orang saja yang ngomong begitu-begitu. Siapa sih di dunia ini yang tidak ada musuhnya. Nabi saja dimusuhin, apalagi kita manusia.