Kita Tidak Sedang Krisis Besar, tapi Harus Hati-hati

ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA
Pemandangan gedung bertingkat terlihat dari ketinggian di Jakarta, Jumat (9/8/2019). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2019 sebesar 5,05 persen (year on year/yoy), atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,27 persen (yoy).
Penulis: Luhut Binsar Pandjaitan
Editor: Yura Syahrul
7/9/2019, 09.37 WIB

Namun, saya tidak melihat Indonesia sekarang ini berada dalam keadaan krisis besar. Kalau dibilang kita harus berhati-hati, itu betul. Atau jika dikatakan bahwa pemerintah melakukan koordinasi dengan sangat intens, itu juga betul.

Tapi tidak perlu khawatir berlebih bahwa krisis 1998 akan terulang lagi. Sebab, kondisi sekarang sangat berbeda dibandingkan dengan pada 1998.

Seperti diketahui, pada 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa “bonus demografi”, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk, yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.

Sebagai catatan, pada 2045 itu pula jumlah penduduk dunia akan mencapai 9,5 miliar jiwa. Kita boleh katakan bahwa penduduk yang jumlahnya besar itu adalah sumber utama pertumbuhan ekonomi (engine of growth) karena penduduk Indonesia menjadi salah satu konsumen terbesar di dunia.

Agar Indonesia dapat memetik manfaat maksimal dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang berlimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.

Adalah sebuah pemikiran jauh ke depan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam masa pemerintahannya yang kedua (2019-2024) mencanangkan untuk fokus serta anggaran yang lebih besar pada pembangunan human capital atau SDM. Beliau juga sadar pentingnya bersiap menghadapi Revolusi Industri 4.0.

Implementasi Revolusi Industri 4.0 tidak hanya memiliki potensi luar biasa dalam merombak aspek industri, tapi juga mampu mengubah berbagai aspek dalam kehidupan manusia. Kita punya pasar dalam negeri yang kuat, dan akan punya banyak talenta dari jumlah universitas yang ada, berbagai politeknik modern, serta pusat-pusat pendidikan keterampilan/kejuruan, sehingga tersedia sebuah pool of talent yang bermutu.

Jadi langkah dasar yang sudah diawali oleh Indonesia, yakni meningkatkan kompetensi sumber daya manusia, antara lain melalui program link and match dunia pendidikan dengan industri.

Upaya ini dilaksanakan secara sinergis di antara berbagai lembaga terkait, seperti Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Dengan menerapkan Revolusi Industri 4.0, kita yakin aspirasi besar nasional dapat tercapai. Aspirasi tersebut secara garis besar adalah membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi pada 2030, mengembalikan angka net export industri 10 persen, meningkatkan produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja, serta mengalokasikan 2 persen dari GDP untuk aktivitas R&D (research and development) teknologi dan inovasi atau tujuh kali lipat dari saat ini.

*

Presiden Joko Widodo sangat serius mewujudkan Poros Maritim Indonesia. Dalam pidato pertamanya ketika dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2014, beliau tegas menyatakan, “Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, selat, dan teluk.”

Tol Laut (Arief Kamaludin|Katadata)

Dikatakan selanjutnya, ini adalah momentum bagi Indonesia untuk mengembalikan kejayaan di laut dan samudera, “Sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita di masa lalu kembali membahana.”

Dalam sambutannya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Myanmar pada 13 November 2015, Presiden kembali menegaskan tekad menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. “Saya memilih forum ini untuk menyampaikan gagasan saya tentang Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan harapan saya tentang peran KTT Asia Timur ke depan.”

Saya kutipkan di sini:

“Laut akan semakin penting artinya bagi masa depan kita. Jalur laut yang menghubungkan dua samudera strategis—Samudera Hindia dan Samudera Pasifik—merupakan jalur penting bagi lalu lintas perdagangan dunia. Tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) merupakan “lorong” lalu lintas maritim dunia. Dua samudera strategis itu juga menyimpan kekayaan besar—energi dan sumber daya laut lainnya—yang akan menentukan masa depan kemakmuran di kawasan. Indonesia berada tepat di tengah-tengah proses perubahan strategis itu, baik secara geografis, geopolitik, maupun geo-ekonomi. Oleh karena itu, sebagai negara maritim, Indonesia harus menegaskan dirinya sebagai Poros Maritim Dunia, sebagai kekuatan yang berada di antara dua samudera: Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.”

Untuk mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, Presiden Jokowi memaparkan lima pilar utama yang akan menjadikan Indonesia mewujudkan cita-citanya sebagai Poros Maritim Dunia. Kelima pilar itu, pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia.

“Sebagai negara yang terdiri atas 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudra,” katanya.

Pilar kedua adalah komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. “Kekayaan maritim kami akan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan rakyat kami.”

Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.