KATADATA ? Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang telah memenuhi Inisiatif Transparansi Industri Ekstraktif atau Extractive Industries Transparency Initiative (EITI).
Inisiatif yang didukung Bank Dunia ini mendorong transparansi penerimaan negara dari minyak, gas, serta pertambangan. Bagi Indonesia, transparansi ini penting mengingat sektor industri ekstraktif menyumbang 16 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
?Pencapaian ini menjadi momentum bersejarah, mengingat pentingnya industri ekstraktif bagi perekonomian Indonesia. Ini sekaligus usaha untuk memastikan pendapatan yang diperoleh dari sektor ini diarahkan untuk kepentingan rakyat,? kata Montty Girianna, kepala Indonesia EITI Multi Stakeholder Group yang juga Deputi Menko Perekonomian dalam siaran pers yang diterima Katadata.
EITI merupakan koalisi internasional antara pemerintah, sektor swasta, serta masyarakat sipil untuk mempromosikan transparansi di sektor ekstraktif. Ini membutuhkan laporan dari semua pembayaran yang dilakukan perusahaan, serta dicocokkan dengan penerimaan oleh negara.
?EITI telah menjembatani masyarakat sipil Indonesia dengan pemerintah, serta sektor swasta sehingga bisa bersama-sama memastikan pendapatan yang diperoleh dari sektor ini bermanfaat bagi masyarakat miskin,? kata Joko Purwanto dari Bojonegoro Institute.
Berdasarkan laporan EITI, di Indonesia terdapat 11.037 lisensi pertambangan aktif, di mana tidak ada sistem pendataan terpusat untuk mengetahui pemiliknya. Persoalan ini, ditambah dengan kerahasiaan pajak yang ketat membuat proses identifikasi perusahaan pertambangan besar menjadi sulit.