Pemerintah bakal menarik pinjaman luar negeri sebesar Rp 11,7 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp 3,5 triliun untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) di tahun depan. Nantinya, total pinjaman sebesar Rp 15,2 triliun tersebut akan masuk anggaran Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Secara rinci, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 11,7 triliun akan digunakan untuk membeli kapal Perusak Kawal Rudal (PKR), Anti-Submarine Warfare (ASW) Helikopter, korvet, kapal selam, roket, pesawat multipurpose amphibious, kendaraan taktis (rantis) khusus armed AVRMD dan AVFCU, radar GCI, dan kapal mine counter measure.
"Kalau beli dari luar negeri kan kami keluarkan letter of credit (LC), bentuknya pinjaman," kata Suahasil di Gedung DPR, Senin (25/9). (Baca juga: DPR Tak Awasi Pengadaan Impor Senjata untuk BNN)
Di sisi lain, pinjaman dalam negeri yang sebesar Rp 3,5 triliun akan digunakan untuk membiayai alutsista dan alat material khusus (alamatsus) yang diproduksi oleh industri pertahanan dan keamanan dalam negeri. Adapun saat ini, Kemenhan dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sudah mencatat daftar pembelian dalam daftar kegiatan prioritas pinjaman dalam negeri (DKP PDN) 2018.
"Nanti akan difinalkan. Di panja (panitia kerja) belanja juga bisa didalami lagi kebutuhan alutsista yang dibutuhkan Kemenhan," kata Suahasil. (Baca juga: Bantah Panglima TNI, Wiranto: Pengadaan 500 Senjata untuk BIN)
Secara total, pemerintah berencana menarik pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,46 triliun tahun depan. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 27,21 triliun di antaranya ditujukan untuk kegiatan kementerian atau lembaga (K/L).
Terdapat lima K/L yang menjadi pengguna terbesar pinjaman luar negeri, yaitu Kemenhan sebesar Rp 11,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebesar Rp 6,4 triliun, Kepolisian RI sebesar Rp 3,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 2,4 triliun, dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp 1,5 triliun.
Selain menarik pinjaman luar negeri Rp 51,46 triliun, pemerintah juga akan melakukan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 70,08 triliun. Ini artinya, secara keseluruhan pinjaman luar negeri tahun depan negatif Rp 18,62 triliun.