Aset Repatriasi Berpotensi Keluar, Begini Sikap Pemerintah

Katadata | Arief Kamaludin
Penulis: Rizky Alika
21/8/2018, 20.45 WIB

Pemerintah menyiratkan sikap tenang menyambut tantangan perekonomian tahun depan. Adapun sejumlah ekonom memproyeksikan bahwa upaya stabilisasi nilai tukar rupiah bakal lebih menantang lantaran holding period dana repatriasi program pengampunan pajak berakhir.

Pemerintah membuat kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) sekitar tiga tahun lalu. Semangat dasarnya adalah repatriasi supaya para wajib pajak tetap menempatkan asetnya di Indonesia, terutama selama tiga tahun holding period.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan kewajiban holding period dana repatriasi hanya berlaku selama tiga tahun sesuai dengan Undang-Undang No. 11/2016 tentang Pengampunan Pajak.

"Setelah itu, sepenuhnya (aset) merupakan hak wajib pajak peserta tax amnesty untuk tetap diinvestasikan di Indonesia atau kembali ke luar negeri," kata dia, di Jakarta, Selasa (21/8). 

(Baca juga: Ekonomi Global Tak Menentu, Pajak Jadi Tumpuan Danai Infrastruktur)

Berakhirnya holding period tersebut membuka peluang para pemilik aset menarik keluar kekayaannya. Soal ini Kemenkeu menyatakan pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan agar dana repatriasi tetap berada di Indonesia.

Upaya menjaga keberadaan aset repatriasi tersebut dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 35/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. "Bahkan jangka waktunya sampai 20 tahun," ujar Yoga.

Ada pula kebijakan lain, seperti percepatan restitusi yang tertuang di dalam PMK No. 39/2018 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Beleid ini bertujuan mendorong investasi di bidang usaha berorientasi ekspor. 

Pemerintah juga sedang menyiapkan revisi tax allowance. Kebijakan ini menyangkut soal kemudahan perizinan investasi melalui pencabutan atau perubahan syarat penanaman modal. Sebagai penyempurna diterapkan pula sistem perizinan terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS).

(Baca juga: Pemerintah Finalisasi 300 Industri yang Akan Nikmati Diskon Pajak)

Yoga juga menyatakan bahwa sebagian besar dana repatriasi berada di instrumen keuangan. Berdasarkan catatan Ditjen Pajak Kemenkeu diketahui, total komitmen repatriasi mencapai Rp 147 triliun dari 3.000 peserta pengampunan pajak. Merujuk kepada data dari bank penerima tercatat realisasinya di bawah nilai itu, sebesar Rp 138 triliun.

Sementara itu, Dirjen Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan sempat mengutarakan bahwa seluruh upaya yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk memperbaiki perekonomian domestik. "Supaya aset bertahan di dalam negeri. Saya tidak khawatir (aset keluar)," tuturnya.

Robert menegaskan, masa holding aset tidak mungkin diperpanjang. Hal ini sesuai dengan ketentuan di dalam UU Pengampunan Pajak. Pada pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa pengalihan harta ke dalam Indonesia dan diinvestasikan di Indonesia paling singkat dalam waktu tiga tahun sejak harta dialihkan. 

Pada sisi lain, Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengingatkan bahwa tantangan pemerintah semakin besar mengingat kewajiban holding period program amnesti pajak habis pada 2019. "Tantangan tahun depan bertambah karena dana repatriasi tax amnesty kabur lagi," ucapnya kepada Katadata.co.id secara terpisah.

Adapun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, aset para wajib pajak kemungkinan kabur ke luar negeri jika insentif di luar lebih menarik. Untuk mencegahnya, harus tersedia instrumen investasi yang memikat di mata para tax payer, semisal imbal hasilnya tinggi. "Uang tidak mengenal ideologi, ia mencari profit maksimal," ujarnya.