Rupiah masuk jajaran mata uang Asia yang melemah paling besar terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (21/12). Berita positif seputar pelunasan akuisisi saham PT Freeport Indonesia oleh perusahaan pelat merah PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) tak mampu menopang nilai tukar untuk menguat.
Ekonom Insitute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pelunasan akuisisi saham Freeport semestinya ditanggapi positif oleh pasar. Sebab sebelumnya, Inalum agresif menerbitkan surat utang global untuk melunasi akuisisi tersebut. Ini artinya, pasokan dolar AS ke dalam negeri meningkat.
(Baca juga: Jokowi: Lunas, 51,2% Saham Freeport Beralih ke Inalum)
“Sayangnya ini (pasokan dolar AS) cuma sesaat, fundamental-nya di CAD (current account defisit/defisit transaksi berjalan) melebar. Akuisisi Freeport belum mampu menolong rupiah,” kata Bhima kepada katadata.co.id, Jumat (21/12).
Ia menjelaskan, fokus investor sebagian besar masih pada soal prediksi defisit transaksi berjalan kuartal IV. Saat Konferensi Pers pengumuman bunga acuan pada Rabu (20/12), Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan prediksinya, defisit transaksi berjalan kuartal IV masih lebar, yaitu di atas 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
(Baca juga: Banyak Dana Asing Masuk, BI Ramal Neraca Pembayaran Kuartal IV Surplus)
Hal ini menambah sentimen negatif ke pasar keuangan domestik di tengah berkembangnya kekhawatiran global akan resesi ekonomi AS. Menurut Bhima, sinyal akan terjadinya resesi di AS mulai membuat investor di pasar keuangan mengalihkan dananya ke aset safe haven. “Yen paling diburu investor, dalam seminggu naik 1,92% terhadap dolar AS,” kata dia.
Di sisi lain, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam menilai pelemahan nilai tukar rupiah lebih disebabkan kebijakan BI yang menahan bunga acuannya setelah kenaikan bunga acuan AS pada Kamis (20/12) lalu.
(Baca juga: BI Isyaratkan Ada Ruang Penguatan Kurs Rupiah Kembali ke Posisi 13.500)
“Kebijakan itu pasti mengundang reaksi dari para investor yang mengharapkan BI menaikkan suku bunga acuan dengan harapan mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” ujarnya. Tapi, ia memperkirakan pelemahan tersebut akan bersifat temporer. Sebab, BI pasti sudah mengantisipasi respons pasar yang seperti ini.
Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,55% ke posisi Rp 14.552 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot pada Jumat ini. Pelemahan tersebut merupakan yang kedua terbesar setelah rupee India yang terdepresiasi 0,68%.
Beberapa mata uang Asia lain mengalami pelemahan ringan yaitu yuan Tiongkok 0,31%, ringgit Malaysia 0,04%, dan baht Thailand 0,02%. Sedangkan beberapa lainnya yang terapresiasi, yaitu won Korea Selatan 0,42%, peso Filipina 0,34%, dolar Taiwan 0,18%, yen Jepang 0,1%. Dolar Singapura dan dolar Hong Kong juga menguat, meski tipis yaitu masing-masing 0,05% dan 0,02%.