Kebijakan pengendalian impor melalui kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 impor pada 1.147 barang menunjukkan hasilnya. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan rata-rata harian devisa untuk impor turun 7,11 persen sepanjang tahun ini.
Rata-rata harian devisa untuk impor pada periode 1 Januari sampai 11 Februari 2019 --setelah diberlakukan kenaikan tarif-- sebesar US$ 28,1 juta. Devisa impor tersebut menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 30,3 juta. "Di tengah (impor) yang lain naik, ini malah turun. Jadi policy-nya bagus," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (18/2).
Adapun 1.147 komoditas barang konsumsi yang tarifnya naik terbagi dalam tiga kelompok, yaitu bahan jadi sebanyak 719 komoditas, barang konsumsi sebanyak 218 komoditas, dan barang mewah sebanyak 210 komoditas. Penurunan terbesar rata-rata harian devisa impor terjadi pada kelompok barang mewah.
(Baca: Kenaikan PPh Impor Ribuan Barang Konsumsi Berhasil Redam Devisa Keluar)
Secara rinci, rata-rata harian devisa untuk impor bahan jadi sebesar US$ 14,74 juta atau turun 1,81 persen dibandingkan dengan sebelum kenaikan tarif PPh 22 impor. Kemudian, rata-rata harian devisa untuk barang konsumsi naik 3,30 persen menjadi US$ 5,34 juta, sedangkan untuk barang mewah turun 30,33 persen menjadi US$ 8,04 juta.
Untuk barang mewah, rata-rata harian devisa untuk impor sebesar US$ 10,09 juta periode 1 Januari sampai 11 Februari 2018. Sementara pada periode yang sama di 2019, turun menjadi US$ 8,04 juta.
Meski menuai hasil, Heru mengatakan akan mengkaji kebijakan lanjutan dari kenaikan tarif PPh 22 impor tersebut. Ke depan, pemerintah akan memberikan pengecualian kenaikan tarif pada sejumlah barang konsumsi yang digunakan untuk ekspor.
"Kepada pelaku usaha ada perbedaaan treatment kepada entity-nya. Nanti kami akan undang asosiasi untuk membahas barangnya apa saja," ujarnya.