Realisasi pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018 lalu, pendapatan BLU mencapai Rp 55,4 triliun, naik 17,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Marwanto mengatakan peningkatan terjadi lantaran adanya efisiensi.
BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa, dengan menjualnya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan. Marwanto menjelaskan, efisiensi BLU terjadi lewat kolaborasi pengadaan barang dan inovasi teknologi.
Ia pun mencontohkan efisiensi lewat telemedicine, yang memungkinkan konsultasi antara fasilitas kesehatan secara jarak jauh. "Misalnya rumah sakit di Jayapura perlu konsultasi dengan RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta), tapi tidak perlu ke Jakarta karena aplikasi telemedicine," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (26/2).
(Baca: Atasi Kekurangan Likuiditas, Kemenkeu Kaji Pinjam-Meminjam Antar-BLU)
Selain itu, efisiensi lewat inovasi tenologi berupa BLU Integrated Online System (BIOS) dan office automation (OA). BIOS merupakan media penghubung beragam sistem informasi yang dikembangkan secara mandiri oleh setiap BLU. Sedangkan OA diterapkan pada setiap BLU untuk menggantikan tata cara persuratan yang berbasis kertas.
Berdasarkan catatan Kemenkeu, realiasasi pendapatan BLU 2018 sebesar Rp 55,4 triliun, tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlah tersebut naik 17,12% dari realisasi tahun sebelumnya dan juga 27,9% lebih besar dari target 2018 yaitu sebesar Rp 43,3 triliun.
Tahun ini, pendapatan BLU ditargetkan sebesar Rp 47,88 triliun. BLU dengan target pendapatan terbesar yaitu Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebesar Rp 11,4 triliun. Di urutan kedua, Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BPPTI) sebesar Rp 3,17 triliun dan ketiga, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebesar Rp 2,96 triliun.