Gubernur BI: Sektor Riil Akan Terkena Dampak Ketidakpastian Global

Arief Kamaludin|Katadata
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
4/3/2019, 16.44 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan ketidakpastian global saat ini akan berdampak ke sektor riil. Pada sektor keuangan, menurut dia, dampaknya tidak sekencang tahun lalu.

Ketidakpastian pada sektor keuangan semakin berkurang seiring dengan sikap bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, yang lebih konservatif tahun ini.  Sementara pada sektor riil, perlambatan harga komoditas diperkirakan masih berlanjut.

"Dengan demikian, dampak jalur keuangan tidak seberat tahun lalu. Lebih berdampak ke sektor riil," kata dia dalam forum RSM Morning Briefing Session di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Senin (4/3).

Pemerintah perlu memanfaatkan momentum ketidakpastian global, seperti perlambatan ekonomi Tiongkok. Menurut dia, hal ini dapat dimanfaatkan dengan menarik penanaman modal asing (PMA) yang merelokasi industri untuk masuk ke Indonesia.

Adapun, relokasi industri mulai terjadi pada industri Jepang dan Korea Selatan.  Hal ini memicu sejumlah industri berpindah menuju kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral tambang atau smelter mulai berkembang di wilayah Morowali lantaran perlambatan ekonomi Tiongkok.

Di sisi lain, Indonesia harus mulai melakukan ekspansi ke pasar ekspor baru, seperti India, Bangladesh, dan Afrika. Selama ini Tiongkok merupakan salah satu mitra utama Indonesia.

Perry mengatakan, pengembangan produk ekspor juga perlu dilakukan di tengah anjloknya harga komoditas.

BI bersama dengan pemerintah saat ini sedang berupaya menggenjot pertumbuhan ekspor, salah satunya sektor otomotif. Menurut dia, kebijakan otomotif saat ini masih berorientasi pada jenis mobil. "Padahal yang bagus berorientasi euro emission," ujarnya.

(Baca: Mobil Rendah Emisi Akan Kuasai 20% Pasar Nasional pada 2025)

(Baca: Pemerintah Akan Terapkan Standar BBM EURO IV Tahun Depan)

Aturan kebijakan yang berbasis kapasitas cc dan standar emisi euro (euro emission) ini masih dalam pembahasan BI, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perindustrian. Harapannya, perubahan tersebut dapat mendorong produksi otomotif tipe sedan sehingga meningkatkan produk ekspor hingga Australia.

Pemerintah juga berupaya meningkatkan sektor garmen dan elektronik. Peningkatan sektor tersebut didukung oeh insentif libur pajak (tax holiday) yang telah berlaku.

Di sektor lainnya, pemerintah akan mendorong substitusi impor baja dan petrochemical. Hal ini dinilai penting guna menekan defisit neraca perdagangan di tengah ketidakpastian global. "Ini akan linking dengan peningkatan ekspor otomotif," ujar Perry.

Reporter: Rizky Alika