Data Keuangan WNI di Bahama dan San Marino Akan Terbongkar

Arief Kamaludin|KATADATA
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan bertukar data dengan Bahama dan San Marino melalui perjanjian Tax Information Exchange Agreement (TIEA).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
14/3/2019, 19.11 WIB

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan bertukar data dengan Bahama dan San Marino melalui perjanjian Tax Information Exchange Agreement (TIEA). Kepala Subdirektorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak Leli Listianawati mengatakan, kerja sama tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres).

TIEA merupakan perjanjian bilateral antara dua negara untuk melakukan pertukaran informasi di bidang perpajakan. "Sebentar lagi akan terbit dua TIEA karena sudah ratifikasi. Perpresnya juga akan keluar," kata dia dalam paparannya di acara Seminar Nasional Perpajakan di kantornya, Kamis (14/3).

Saat ini Indonesia sudah memiliki perjanjian TIEA dengan Jersey, Guernsey, Isle of Man, dan Bermuda. Tujuan perjanjian ini ialah untuk mengindari praktik penghindaran pajak.

(Baca: Pajak Hati-hati Telisik Kepatuhan WNI yang Simpan Harta di Luar Negeri)

Indonesia juga sudah membuat persetujuan penghindaran pajak berganda dengan 69 negara. Namun, pengaturan pertukaran data (exchange of information/EoI) hanya dengan 67 negara lantaran Swiss dan Arab Saudi tidak menyepakati pertukaran data.

"Kami dengan Swis dan Arab Saudi telah melakukan kerja sama melalui Multilateral Convention jadi tetap bisa menukarkan data," ujarnya.

Di sisi lain, Indonesia sudah memiliki kerja sama Mutual Administrative Assisteance in Tax Matters (MAC) dengan 127 negara yurisdiksi. Adapun, MAC merupakan perjanjian multilateral antar negara di bidang pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan, dan bantuan layanan dokumen.

(Baca: Pajak Terima Data Rp 1.300 T Aset Keuangan WNI, Ada Harta Tersembunyi)

Di luar perjanjian tersebut, Indonesia juga telah menjalankan kerja sama global pertukaran data otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dengan puluhan negara. Beberapa di antaranya terkenal sebagai surge pajak. Ditjen Pajak pun sudah menerima data keuangan dari negara-negara seperti Panama, Cayman Islands, Bahama, Guernsey, juga Singapura dan Hong Kong.

Dalam paparan di Mahkamah Konstitusi pada 2016 lalu, terkait uji materi Undang-Undang Pengampunan Pajak, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengutip data dari organisasi internasional tentang ribuan triliun harta orang kaya Indonesia di negara surga pajak.

Dari total Rp 3.250 triliun harta orang-orang sangat kaya asal Indonesia, sebesar Rp 2.600 triliun di antaranya disimpan di Singapura. Selebihnya, dana tersebut tersimpan di berbagai negara/yurisdiksi yang dikenal sebagai surga pajak seperti Hong Kong, Macau, Labuan, Luxemburg, Swiss, dan Panama.

Rp 1.300 triliun temuan aset keuangan tersembunyi

Leli sebelumnya mengatakan temuan aset keuangan tersembunyi di luar negeri akan bertambah tahun ini. Pada 2018, nilai temuannya mencapai Rp 1.300 triliun. Pertambahan itu seiring dengan adanya kerja sama pertukaran data otomatis AEoI. Ditjen Pajak akan mengirimkan data ke 81 yurisdiksi dan menerima data dari 94 yurisdiksi pada 2019.

(Baca: Dirjen Pajak Optimistis Dana Repatriasi Tax Amnesty Tak Cepat Pergi)

Hasil temuan tahun lalu sebenarnya tidak jauh beda dengan analisis yang dilakukan pemerintah saat menyusun Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Analisis itu berpedoman pada survei McKenzie. Lembaga itu membandingkan aset keuangan warga negara Indonesia dengan aset yang diterima dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) dan Surat Pemberitahuan (SPT).

Dalam studinya McKenzie mengatakan, kekayaan para pemilik modal kaya (high net worth individual) dari Indonesia di luar negeri mencapai Rp 3.250 triliun. Namun, jumlah harta yang dilaporkan hanya Rp 1.183 triliun dan yang direpatriasi (dikembalikan lagi ke Indonesia) Rp 147 triliun. Merujuk pada data 2017, bank penerima mencatat realisasinya di bawah nilai itu, yaitu Rp 138 triliun.

Reporter: Rizky Alika