Pengamat Menilai Pengembalian Skema BPNT Jadi Rastra Sebuah Kemunduran

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilustrasi, Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke gudang Bulog.
14/5/2019, 15.12 WIB

Wacana pemerintah menunda program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan akan kembali menerapkan program Beras Sejahtera (Rastra) semakin santer terdengar. Kembali dilaksanakannya Rastra utamanya karena stok beras Bulog menumpuk tahun ini, stok tercatat sekitar 2 juta ton.

Menanggapi perubahan program ini, peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS ) Assyifa Szami Ilman mengungkapkan kekecewaannya. Ia menganggap perubahan program ini merupakan sebuah kemunduran.

Pasalnya, Ilman menganggap selama ini bantuan sosial (bansos) lewat BPNT jauh lebih membantu masyarakat ketimbang Rastra, karena penerima Rastra memiliki keterbatasan pilihan bantuan.

Lewat Rastra, penerima bantuan hanya mendapatkan jatah 10 Kg beras per bulan. Sementara, lewat BPNT bantuan yang disalurkan berupa dana sebesar Rp 110.000 per bulan yang ditransfer ke rekening penerima.

Lewat dana tunai sebesar Rp 110.000 per bulan ini, penerima BPNT bisa mengalokasikannya tidak hanya untuk beras saja, melainkan juga untuk kebutuhan pangan lain, seperti telur misalnya di elektronik warung gotong royong (e-warong), serta bebas memilih jenis dan kualitas barang.

"Selain mengalokasikannya ke bahan pangan lain selain beras, dengan BPNT penerima bisa mengalokasikan dana tersebut ke pendidikan atau hal lain yang juga diperlukan," ujar Ilman kepada Katadata.co.id, Senin (13/5).

Dari sisi non bantuan langsung, keberadaan BPNT dipandang Ilman berkontribusi menumbuhkan iklim kewirausahaan. Sebab, lewat BPNT tercipta koperasi dan unit-unit usaha baru di suatu wilayah, yang dapat diartikan menjadi sinyal tumbuhnya jiwa kewirausahaan di masyarakat.

BPNT pun memiliki kontribusi dalam hal literasi keuangan. Sebab, penerima manfaat harus membuat tabungan dan belajar cara mengelolanya.

(Baca: Stok Beras Diprediksi Berlebih, Bulog Jajaki Ekspor)

Ia menyarankan agar Bulog mampu memperbaiki kualitas beras di stok, sehingga dapat disalurkan, dijual langsung ke pasar dan BPNT. Oversupply menurut Ilman jangan menjadi alasan untuk menunda suatu program yang sudah dijalankan.

Sejatinya wacana perubahan program dari BPNT kembali ke Raskin ini belum benar-benar final. Namun, perkataan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) seolah memang menegaskan bahwa untuk saat ini pemerintah akan kembali ke bentuk bantuan berupa pemberian beras atau kembali ke program Rastra.

Ada pula wacana BPNT tetap berjalan dengan memberikan uang kepada masyarakat namun beras yang diberikan diambil dari Bulog. Wacana ini diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution.

Menurut Darmin, ada cara supaya Bulog bisa menyalurkan stoknya yang sudah menumpuk, namun juga tetap mampu menjalankan program BPNT, yakni dengan cara menyalurkan beras Bulog ke e-warong. Dengan cara tersebut, BPNT tetap bisa berjalan dan mampu pula mengendalikan stok beras Bulog.

Pelaksanaannya, penerima BPNT tetap mendapatkan dana sebesar Rp 110.000 yang bisa dibelanjakan di e-warong, sementara beras yang disediakan di e-warong atau unit-unit bisnis yang menerima BPNT, merupakan beras stok Bulog.

Sekadar info, BPNT mulai aktif sejak 2017 silam menggantikan program Rastra. Saat itu, BPNT dimulai di 44 kota dengan jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak  1.286.194 rumah tangga, dengan anggaran Rp 1,69 triliun.

Kini, penerima BPNT telah meningkat menjadi 15.600.000 rumah tangga dengan anggaran yang digelontorkan pemerintah tercatat sebesar Rp 20,59 triliun.

(Baca: Dua Penyebab Operasi Pasar Beras oleh Bulog Tak Capai Target)

Reporter: Agatha Olivia Victoria