Bank Indonesian (BI) menyebut efek kemarau panjang saat ini telah berdampak pada kenaikan harga cabai yang turut menyumbang kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau inflasi. Kendati demikian, BI memastikan kenaikan harga cabai bersifat sementara.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan pemerintah sudah menyiapkan langkah antisipasi guna memastikan harga pangan terkendali di tengah efek kemarau panjang.
"Kalau mengenai beras, kami sudah ketahui bahwa stok bulog mengenai beras lebih dari cukup. Dampak kemarau panjang yang terasa adalah cabai, tapi ini dampak temporer," ujar Perry dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (22/8).
(Baca: BI Pangkas Lagi Bunga Acuan 25 Bps Jadi 5,5%)
Berdasarkan hasil pemantauan BI di daerah, menurut Perry, cabai akan mulai memasuki musim panen dalam dua bulan ini. Panen terutama akan terjadi di wilayah Sumatera, terutama Sumatera Utara.
"Tentu memang harga cabai akan berpengaruh terhadap inflasi. Tapi pengaruh itu sudah kami sudah perhitungkan," jelas dia.
BI memperkirakan inflasi tahunan ini akan terjaga rendah dan stabil di bawah 3,5%.
(Baca: Harga Cabai Melambung, Ada yang Mencapai Rp 100 Ribu per Kilogram)
Seperti diberitakan sebelumnya, harga cabai merah di sejumlah daerah melonjak hingga puluhan ribu rupiah per kilogram. Bahkan, di beberapa daerah, komoditas ini diperdagangkan dengan harga menyentuh Rp 100 ribu seperti di pasar tradisional Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Cabai merah di pasar tersebut sebelumnya hanya Rp 60 ribu per kilogram. Kenaikan ini, menurut para pedagang di sana, karena pasokan semakin sedikit terutama dari Aceh. Sementara itu para petani di Langkat banyak yang belum panen.
Sementara di Cianjur, harga cabai di sejumlah pasar tradisional juga masih tinggi mencapai Rp 75ribu per kilogram. Harga ini diperkirakan terus merangkak naik karena minimnya stok akibat gagal panen di tingkat petani.