Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI menyampaikan bahwa realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 12 November 2019 mencapai Rp 165,47 triliun. Angka tersebut hanya 79,24% dari target APBN 2019 sebesar Rp 208,82 triliun.
Kendati demikian, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi menyatakan optimistis pihaknya dapat mengejar target tersebut di sisa 1,5 bulan terakhir tahun ini. Salah satunya yakni dengan mengejar target penerimaan cukai hasil tembakau atau rokok.
“Secara historis, penerimaan dari cukai rokok melonjak dua sampai tiga kali lipat di bulan Desember dibandingkan bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu kami yakin penerimaan total bea dan cukai masih bisa sesuai target,” jelasnya pada acara pelatihan wartawan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Rabu (13/11).
Pasalnya, penerimaan bea dan cukai secara keseluruhan masih bertumpu pada pada penerimaan cukai, khususnya cukai hasil tembakau. Saat ini penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 125,02 triliun atau 75,56% dari total penerimaan bea dan cukai.
(Baca: Pro-Kontra Kenaikan Tarif Cukai Rokok)
Penerimaan tersebut mencapai 79,19% dari target APBN 2019 sebesar Rp 158,85 triliun dan naik 16,65% secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan penerimaan bea dan cukai secara keseluruhan naik 9,13% yoy.
Heru menjelaskan strategi DJBC menggenjot penerimaan cukai hasil tembakau yakni dengan Operasi Gempur peredaran rokok ilegal. Nantinya, ceruk pasar yang ditinggalkan rokok ilegal akan diisi oleh produsen rokok legal yang membayar cukai.
“Upaya ekstra yang kami lakukan, beberapa tahun terakhir kami memberantas peredaran rokok ilegal mulai dari di area produksi, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, di titik-titik distribusi seperti pelabuhan, serta di area konsumen yang paling banyak ditemukan di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera,” ujarnya.
Keuntungan lainnya dari Operasi Gempur yaitu memberikan confidence kepada produsen rokok legal seiring dengan kepastian hukum dan bisnis yang meningkat dengan hilangnya rokok ilegal dari peredaran.
(Baca: Sepanjang 2019 Bea Cukai Tangani 4.724 Kasus Rokok dan Miras Ilegal)
Adapun sepanjang tahun ini DJBC telah melakukan penindakan terhadap 5.598 kasus pelanggaran cukai hasil tembakau, dengan nilai barang hasil penindakan mencapai Rp 213,38 miliar. Baik jumlah penindakan maupun nilai barangnya mengalami penurunan dibandingkan 2018.
Bea Masuk dan Keluar Turun
Setelah cukai hasil tembakau, kontributor terbesar penerimaan bea dan cukai berikutnya hingga 12 November 2019 yaitu penerimaan bea masuk sebesar 18,98% atau Rp 31,41 triliun, cukai minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) 3,54% atau Rp 5,86 triliun, dan bea keluar 1,81% atau Rp 2,99 triliun.
Penerimaan bea masuk turun 5,85% secara tahunan dan baru mencapai 80,76% dari target, dan bea keluar turun 49,32% dan baru mencapai 67,62% dari target APBN 2019. Sedangkan cukai MMEA naik 14,9% serta mencapai 97,85% dari target.
“Penerimaan agak menurun di bea masuk, dan menurun sekali di bea keluar. Tapi kontribusi bea keluar relatif kecil sehingga tidak terlalu banyak mempengaruhi total penerimaan. Turunnya kedua pos penerimaan tersebut tertutupi oleh naiknya penerimaan cukai hasil tembakau,” kata Heru.
(Baca: Ekspor Freeport Turun, Penerimaan Bea Keluar Anjlok 48%)