BI Yakin Daya Beli Masyarakat Masih Kuat

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Konferensi persusai Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. BI menyebut pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat menjadi faktor utama ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh di kisaran 5%.
21/11/2019, 16.04 WIB

Bank Indonesia (BI) optimistis konsumsi rumah tangga tetap akan kuat dan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi hingga tahun depan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih kuat menjadi faktor utama ekonomi Indonesia masih tumbuh di kisaran 5% hingga kuartal III 2019.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berdaya tahan, sementara negara lain hampir seluruhnya melambat. Ini karena sumber ekonomi kita hampir 60% dari konsumsi rumah tangga," ujar Gubernur BI dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (21/11).

Perry menjelaskan, terdapat dua faktor utama yang membuat pihaknya yakin daya beli masyarakat masih bagus dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap kuat.

(Baca: Tergerus Toko Online, Peretail Modern Mulai Produksi Barang Sendiri)

Pertama, konsumsi masyarakat berpendapatan rendah yang ditopang penyaluran bantuan sosial (bansos). Saat ini, menurut Perry, penyaluran bansos menyasar 14,6 juta keluarga atau 40 juta penduduk.

Hingga Oktober, pemerintah telah menyalurkan anggaran bansos mencapai Rp 91,75 triliun atau 94,53% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Dengan inflasi tahun ini yang rendah di sekitar 3%, penyaluran bansos semakin menopang pertumbuhan konsumsi masyarakat berpendapatan rendah," kata dia.

(Baca: Jaga Likuiditas Bank, BI Pilih Tahan Bunga Acuan 5% dan Turunkan GWM)

Kedua, jumlah masyarakat berpendapatan menengah semakin meningkat. Saat ini, menurut dia, 61,5% masyarakat Indonesia masuk dalam kelompok pendapatan menengah atau berpendapatan antara US$ 3 hingga US$ 8,4 per hari.

"Pada tahun 2000, jumlahnya baru mencapai 23%," ungkap Perry.

Di sisi lain, menurut Perry, pertumbuhan simpanan masyarakat yang saat ini melambat dan berada di kisaran 8% wajar di tengah pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%. Hal ini tak menunjukkan indikasi masyarakat mulai menggunakan simpanan untuk mempertahankan konsumsinya.

"Kalau pertumbuhan ekonomi naik, simpanan masyarakat juga akan meningkat," jelas dia.