Baru-baru ini ramai kasus dua orang yang menerbitkan faktur pajak palsu di Bandung. Tak tanggung-tanggung, kasus tersebut meraup uang negara hingga Rp 92 miliar.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, kasus tersebut bukanlah kasus yang pertama. "Di daerah lain ada juga," kata Yoga kepada Katadata.co.id, Jumat (22/11).
Namun, dia tak bisa menjelaskan detail kasus serupa lainnya. Hal ini karena ia tak memegang data lengkap kasus-kasus tersebut. (Baca: Cegah Kerugian Negara, Ditjen Pajak Bekukan Sertifikat 1.059 Pengusaha)
Yoga menegaskan Direktorat Jenderal Pajak akan berusaha mengantisipasi agar kasus serupa tak kembali terulang. "Pertama, dengan cara validitas para Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang baru terdaftar akan selalu kita cek," ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, termasuk ketika meminta sertifikat elektronik untuk dapat menerbitkan e-faktur. Pejabat selevel direktur di Ditjen Pajak langsung yang harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk pastikan identitasnya. Selain itu untuk memverifikasi kebenaran atas kegiatan usaha pada alamat yang didaftarkan.
(Baca: RUU Perpajakan Disiapkan, Pusat Ingin Berwenang Tetapkan Pajak Daerah)
Ditjen pajak juga akan memetakan para PKP berdasarkan risiko dan pola-pola transaksinya. Apabila terdapat tendensi pola transaksi yang tidak wajar seperti penjualan meningkat tajam di luar kewajaran, bisa menjadi indikasi untuk diobservasi lebih jauh.
Selain itu, ia mengaku pihaknya akan selalu mengingatkan para PKP agar tidak tergoda untuk memanfaatkan faktur pajak palsu. Ditjen Pajak juga akan terus mengingatkan konsekuensi pidana bagi pengguna faktur pajak tersebut sebagaimana penerbitnya.
"Seperti dalam kasus di Bandung itu, kami pasti akan tindak lanjuti kepada para penggunanya," ujarnya.