Pemerintah Masih Punya Utang Kompensasi ke PLN Rp 14 Triliun

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut telah membayarkan dana kompensasi kepada PLN sebesar Rp 6 triliun pada akhir 2019.
28/1/2020, 20.13 WIB

Kementerian Keuangan menyatakan telah membayarkan dana kompensasi kepada PT PLN sebesar Rp 6 triliun jelang tutup tahun 2019. Meski demikian, utang kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah kepada BUMN listrik masih mencapai Rp 14 triliun. 

Kompensasi tersebut merupakan penggantian selisih antara Biaya Pokok Penyediaan atau BPP tenaga listrik dengan tarif yang dibayarkan konsumen lantaran tak ada kenaikan tarif pada 2018 dan 2019. 

"Kami lihat masih punya cash dan ini kami putuskan di hari terakhir 2019," kata Menteri Keuangan Sr Mulyani Indrawati saat menjawab pertanyaan salah satu anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/1).

Ia menjelaskan total kompensasi yang dibayarkan pemerintah sebesar Rp 6 triliun sudah melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan. 

(Baca: Kementerian ESDM Respons Dampak Konflik AS-Iran terhadap Harga BBM)

Sri Mulyani menjelaskan dana kompensasi tersebut tak mencakup belanja subsidi pada APBN 2019. Pasalnya, pembayaran kompensasi termasuk dalam golongan belanja lain. 

"Dan pembayarannya tergantung dari ruang yang ada dalam anggaran," kata dia. 

Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menyampaikan bahwa dana kompensasi sebesar Rp 6 triliun baru sebagian kecil dari dana kompensasi yang harus dibayarkan PLN untuk tahun 2018 dan 2019. Dengan demikian, pemerintah masih memiliki utang kepada PLN atas pembayaran kompensasi sebesar Rp 14 triliun.

"Itu baru yang kita bayar, tetapi kewajiban kami Rp 20 triliun," ujar Askolani. 

(Baca: AS & Iran Konflik, Pemerintah Dinilai Perlu Ajukan APBN Perubahan 2020)

Berdasarkan data realisasi sementara APBN 2019, pemerintah menggelontorkan subsidi energi mencapai Rp 136,9 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 52,7 triliun dibayarkan untuk subsidi listrik dan Rp 84,2 triliun untuk BBM dan LPG. 

Adapun faktor yang mempengaruhi subsidi energi pada 2019 yakni lebih rendahnya realisasi ICP yakni US$ 62 per barel yang lebih rendah dibanding asumsi APBN 2019 yakni US$ 70 per barel.

Faktor lainnya yaitu menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di tahun lalu yakni Rp 14.146 per dolar AS dibanding asumsi APBN yang sebesar Rp 15.000 per dolar AS, serta penyelesaian subsidi kurang bayar subsidi tahun sebelumnya.

Reporter: Agatha Olivia Victoria