Kementerian Keuangan mencatat, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada Januari 2020 sebesar Rp 36,1 triliun atau 0,21% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tersebut lebih kecil dari periode sama tahun lalu.
"Masih lebih kecil jika dibandingkan periode yang sama tahun 2019 yakni Rp 45,1 triliun (0,28% terhadap PDB)," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Rabu (19/2).
Belanja negara dan penerimaan negara tercatat mengalami penurunan. Namun, penurunan belanja negara lebih besar dibandingkan penerimaan negara sehingga defisit APBN mengecil.
(Baca: Obral Diskon Pajak dalam Omnibus Law dan Risiko Utang Negara)
Secara rinci, belanja negara tercatat sebesar Rp 139,8 triliun turun 9,1% dibandingkan periode sama tahun lalu. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 71,4 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 68,4 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi belanja pemerintah pusat tersebut mencapai 4,2% dari target. "Namun realisasi tersebut menurun 6,2% dibanding tahun lalu," ujarnya. Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp 30,9 triliun, sedangkan belanja non-kementerian/lembaga Rp 40,6 triliun.
Sedangkan realisasi TKDD tercatat 8% dari target. Realisasi ini turun 12% dari periode sama tahun lalu. TKDD terdiri dari transfer ke daerah sebesar Rp 68,1 triliun, dan dana desa Rp 300 miliar.
(Baca: Penerimaan Bea Cukai Rp 9,7 T Per Medio Februari, Rokok Sumbang 52%)
Di sisi lain, penerimaan negara tercatat sebesar Rp 103,7 triliun, atau turun 4,6% dari periode sama tahun lalu. Perolehan tersebut berasal dari penerimaan dalam negeri, yaitu penerimaan perpajakan Rp 84,7 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak Rp 19 triliun.
Tahun ini, defisit APBN ditargetkan sebesar Rp 307,2 triliun atau 1,76% dari PDB. Target tersebut lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang sebesar 2,2% terhadap PDB.