Insentif Dampak Corona, Pajak Perusahaan Diturunkan Jadi 22% Tahun ini

ANTARA FOTO/Anindira Kintara/Lmo/aww.
Petugas pajak melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (13/3/2020). Pemerintah secara resmi mengumumkan akan menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 atau pajak gaji karyawan dibawah 16 juta per bulan yang akan berlaku pada April 2020.
Penulis: Rizky Alika
4/4/2020, 11.23 WIB

Pemerintah menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan dari sebelumnya 25% menjadi 22% untuk 2020 dan 2021 serta menjadi 20% pada 2022. Insentif ini diberikan untuk membantu para wajib pajak badan yang tertekan karena adanya pandemi virus Corona (COVID-19).

"Sebagai akibat dari penurunan tarif, maka penghitungan dan setoran angsuran PPh badan (angsuran PPh Pasal 25) untuk 2020 dapat menggunakan tarif sebesar 22% mulai masa pajak SPT Tahunan 2019 disampaikan masa pajak setelahnya," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama, seperti dalam siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Sabtu (4/4).

(Baca: Sri Mulyani: Skenario Terburuk Dampak Corona, Ekonomi RI Minus 0,4%)

Direktorat Jenderal Pajak menyatakan penghitungan PPh untuk tahun pajak 2019 masih menggunakan tarif yang berlaku tahun lalu, yakni 25%. 

Bagi wajib pajak yang belum menyampaikan SPT Tahunan 2019 sampai dengan akhir Maret 2020, penghitungan dan setoran angsuran PPh Pasal 25 ialah sebagai berikut:

1. Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak Maret 2020 (paling lambat 15 April 2020) ialah sama dengan angsuran pada masa pajak sebelumnya.

2. Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa pajak April 2020 (paling lambat 15 Mei 2020) dihitung berdasarkan laba fiskal yang dilaporkan pada SPT Tahunan 2019 dengan tarif baru, yaitu 22%.

(Baca: Dampak dan Risiko Defisit Anggaran hingga 5,07% untuk Atasi Corona)

Ditjen Pajak mengimbau para wajib pajak badan untuk segera menyampaikan SPT Tahunan 2019. "Supaya wajib pajak badan dapat mulai memanfaatkan penurunan angsuran PPh Pasal 25," ujar Yoga.

Insentif pajak ini diberikan sebagai salah satu upaya pemerintah menanggulangi dampak pandemi corona terhadap perekonomian nasional. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, insentif yang telah diberikan dalam paket stimulus kedua belum cukup, sehingga pemerintah meningkatkan insentif.

Pemerintah pun menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengalokasikan dana dalam penanganan corona hingga Rp 405,1 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 70 triliun ditujukan untuk mendukung industri. Dukungan terhadap industri diberikan berupa pajak dan bea masuk ditanggung pemerintah serta stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR).

(Baca: Dampak Corona, Pemerintah Beri Insentif Pajak dan Stimulus KUR Rp 70 T)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah berlaku bagi pekerja dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta setahun. Sektor yang menerima stimulus tersebut diperluas sehingga tidak terbatas hanya pada sektor pengolahan (manufaktur).

"Termasuk pariwisata dan penunjangnya atau sektor lainnya yang langsung terdampak corona. Kami bahas sektor pertanian, perkebunan, dan lainnya," ujarnya.

Adapun percepatan penyesuaian pemberlakuan PPh akan berlaku tahun ini. Kemudian, pembebasan PPh Pasal 22 Impor untuk 19 sektor tertentu diberikan kepada wajib pajak yang mendapatkan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil dan Menengah (IKM).

Pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% juga akan diperluas untuk sektor tertentu, termasuk sektor tersebut. "Kami akan evaluasi. Kemarin hampir semua sektor industri meminta insentif PPh Pasal 25," ujar Airlangga.

Selanjutnya, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat bagi 19 Sektor Tertentu untuk menjaga aliran dana dan likuiditas keuangan pelaku usaha. Di luar insentif tersebut, pemerintah menurunkan tarif PPh Badan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021, serta menjadi 20% mulai tahun 2022.