Jokowi Teken Perpres Perubahan Postur APBN 2020 untuk Atasi Corona

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo berpidato usai dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
6/4/2020, 20.03 WIB

Pandemi corona membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berpotensi mencapai 5,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020.

Aturan yang diteken kemarin (5/4) itu melengkapi Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Perppu ini memuat tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.

Dengan diterbitkannya Perpres tersebut, pemerintah mengubah perkiraan anggaran pendapatan negara menjadi Rp 1.760,8 triliun. Nilainya turun Rp 472,3 triliun dari sebelumnya Rp 2.540 triliun.

Sedangkan anggaran belanja negara meningkat Rp 73 triliun menjadi Rp 2.233,19 triliun. Alhasil, defisit anggaran ditetapkan Rp 852,93 triliun atau 5,07% dari PDB. Angka ini naik dari sebelumnya Rp 307,2 triliun atau 1,76% dari PDB. 

Defisit keseimbangan primer juga meningkat, dari Rp 12 triliun menjadi Rp 517,7 triliun. (Baca: Dampak dan Risiko Defisit Anggaran hingga 5,07% untuk Atasi Corona)

Secara rinci, pendapatan negara dari perpajakan Rp 1.462 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 297,7 triliun, dan hibah Rp 498,74 triliun. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Perpres tersebut.

Sedangkan anggaran belanja negara terdiri dari pemerintah pusat Rp 1.851 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 762,7 triliun. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (4).

Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa anggaran belanja pemerintah pusat akan diutamakan untuk penanganan virus corona. Selain itu, dipakai untuk mengatasi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.

Belanja akan difokuskan untuk kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan perekonomian. (Baca: Perppu Penyelamatan Ekonomi, Defisit APBN Boleh di Atas 3% Hingga 2022)

Sedangkan anggaran dana desa dapat digunakan untuk jaring pengaman sosial berupa bantuan langsung tunai (BLT) kepada penduduk miskin di desa. "Serta kegiatan penanganan wabah corona virus disease 2019 (Covid-19)," demikian dikutip dari Perpres yang diunggah pada laman jdih.setneg.go.id, Senin (4/6).

Melalui Perpres ini, Menteri Keuangan dapat menetapkan perubahan atas rincian postur APBN 2020 yang berubah ini, setelah berkonsultasi dengan Presiden. Perubahan rincian anggaran belanja pemerintah pusat yang dimaksud, mulai dari pergeseran pagu antarunit organisasi, yang bersumber dari PNBP, realokasi anggaran bunga utang, hingga berubahnya anggaran dalam rangka penyelesesaian restrukturasi kementerian/lembaga.

(Baca: Sri Mulyani Kaji Ulang THR dan Gaji 13 PNS karena APBN Tertekan Corona)

Perubahan rincian TKDD dapat berupa penyesuaian alokasi Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Transfer Khusus (DTK). Kemudian, penyesuaian alokasi Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi Khusus (Otsus), dana desa, hingga memotong atau menunda penyaluran TKDD.

Sedangkan, perubahan rincian dari pembiayaan anggaran berasal dari pagu pemberian pinjaman kepada BUMN atau pemerintah daerah. Ini sebagai akibat dari penambahan pagu pemberian pinjaman karena percepatan atau lanjutan penarikan dan/atau tidak terserapnya tambahan pagu pemberian pinjaman pada 2019.

Selain itu, bisa karena pengurangan pagu pemberian pinjaman, serta pengesahan atas pemberian pinjaman luar negeri yang telah closing date. (Baca: Perppu Pelonggaran Defisit untuk Corona akan Bebani APBN di Masa Depan)

Reporter: Dimas Jarot Bayu