Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta wajib pajak melaporkan seluruh harta yang selama ini belum dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak. Wajib pajak bisa melaporkan dan membayarkan pajak penghasilan atas harta tersebut tanpa dikenakan sanksi.

Ketentuan tersebut diatur dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141 Tahun 2016 tentang pelaksanaan pengampunan pajak. Ketentuan bebas sanksi tersebut berlaku bagi peserta pengampunan pajak maupun bukan. (Baca juga: Dirjen Pajak Kirim Instruksi Soal Penggalian Pajak Peserta Tax Amnesty)

"Ini semacam kesempatan lagi," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (17/11). "Wajib pajak diminta untuk sampaikan secara jujur seluruh hartanya, (maka) akan mendapatkan tarif normal dan tanpa sanksi administrasi." 

Tarif normal yang dimaksud Sri Mulyani yakni tarif pajak penghasilan (PPh) final. Rinciannya, 25% untuk wajib pajak badan, 30% untuk wajib pajak orang pribadi, dan 12,5% untuk wajib pajak tertentu. 

Namun, ketentuan bebas sanksi hanya berlaku selama Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum terlanjur menemukan harta tersembunyi tersebut dan mengeluarkan surat perintah pemeriksaan. Jika Ditjen Pajak keburu mengeluarkan surat perintah pemeriksaan, maka berlaku sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan.

Khusus bagi peserta pengampunan pajak sanksi akan mengacu pada Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak. Peserta pengampunan pajak yang kedapatan belum atau kurang mengungkapkan harta, maka atas harta tersebut bukan hanya dikenakan pajak penghasilan, tapi juga sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.  

Sedangkan, untuk wajib pajak bukan peserta pengampunan pajak berlaku sanksi sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Wajib pajak yang kedapatan menyembunyikan harta membayar pajaknya ditambah sanksi berupa denda sebesar 2% per bulan keterlambatan pelaporan, dengan denda maksimal 48%.

"Sanksi itu tidak ada expired bid (masa berlakunya). Kalau wajib pajak ketahuan ada harta yang tidak dideklarasikan maka dia akan kena sanksi itu. Maka saya minta wajib pajak sekarang segera sampaikan harta itu untuk dilaporkan, sehingga tidak masuk kategori ditemukan," kata Sri Mulyani.

Sebelumnya, ketentuan mengenai bebas sanksi ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan. (Baca juga: Harta Tersembunyi Dibidik, Wajib Pajak Dianjurkan Betulkan SPT)

Adapun dalam revisi PMK 141, Sri Mulyani juga mempermudah syarat bagi peserta pengampunan pajak untuk bisa mendapatkan insentif pajak ketika melakukan pengalihan hak (balik nama) atas harta berupa tanah dan bangunan. Insentif yang dimaksud yakni pembebasan pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak. (Baca juga: Bebas PPh 5.800 Peserta Tax Amnesty Ditolak, Sri Mulyani Revisi Aturan)

Sebelumnya, dalam PMK disebutkan bahwa peserta harus memiliki surat keterangan bebas (SKB) pajak penghasilan. Namun, dalam revisi PMK, ditetapkan bahwa wajib pajak bisa juga menggunakan fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak (SKPP) yang telah dimilikinya. Dengan demikian, wajib pajak tinggal memberikan SKB maupun fotokopi SKPP sebagai bukti pembebasan PPh kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Insentif pajak ini tidak untuk transaksi jual beli biasa. Insentif hanya diberikan untuk balik nama atas tanah dan bangunan yang masih atas nama pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan wajib pajak, pemberi hibah, pewaris, atau salah satu ahli waris. Insentif hanya berlaku hingga 31 Desember 2017.