Sovereign Wealth Fund Indonesia Tiru Model Rusia, Apa Keunggulannya?

123RF.com/bee 32
Sovereign wealth fund Indonesia akan meniru model Russian Direct Investment Fund (RDIF) yang sukses menarik investasi asing senilai US$ 40 miliar.
Penulis: Hari Widowati
12/2/2020, 12.05 WIB

Pembentukan sovereign wealth fund atau badan usaha pengelola investasi terus dimatangkan. Indonesia akan meniru model sovereign wealth fund yang dimiliki oleh Rusia, yakni Russian Direct Investment Fund (RDIF).

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan RDIF dinilai cocok sebagai model badan usaha pengelola investasi karena dana yang dikumpulkan berasal dari investor swasta, bukan dari cadangan devisa. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Norwegia memiliki surplus anggaran dan cadangan devisa yang besar, sehingga sovereign wealth fund digunakan untuk berinvestasi di proyek-proyek luar negeri.

"Di Indonesia akan mirip seperti RDIF, dananya digunakan untuk menarik investasi asing langsung," kata Kartika, di sela-sela Mandiri Investment Forum 2020 seperti dikutip The Jakarta Post. Dana itu akan digunakan untuk membiayai proyek-proyek di sektor energi, pariwisata, layanan kesehatan, dan pengembangan teknologi.

(Baca: Jokowi Targetkan Badan Pengelola Investasi RI Raup Dana Rp 273 Triliun)

Sukses Diterapkan di Berbagai Negara

Apa keunggulan badan usaha pengelola investasi Rusia ini sehingga dipilih menjadi model bagi Indonesia? Kepala Eksekutif RDIF Kirill Dmitriev, seperti dilansir kxan36news.com, mengatakan Rusia merupakan negara yang pertama kali menggunakan model sovereign wealth fund dengan dana patungan dari investor global.

RDIF didirikan pada Juni 2011 di bawah kepemimpinan Presiden Dmitry Medvedev dan Perdana Menteri Vladimir Putin. "Model badan pengelola investasi seperti RDIF sukses diterapkan di banyak negara, antara lain di India, Italia, Armenia, Vietnam, Prancis, Kyrgyztan, Mongolia, dan Turki," ujar Dmitriev.

Seperti dilansir laman rdif.ru, badan usaha pengelola investasi Rusia itu saat ini memiliki modal sebesar US$ 10 miliar atau sekitar Rp 135 triliun. Dalam enam tahun terakhir, RDIF berhasil menarik investasi asing sebesar US$ 40 miliar atau Rp 540 triliun dengan skema kerja sama strategis jangka panjang.

Dari dana yang terkumpul, sebesar 1,7 triliun rubel atau sekitar Rp 367,56 triliun telah diinvestasikan ke perekonomian Rusia. Ada lebih dari 80 proyek yang dibiayai dan 95% berada di Rusia.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Abu Dhabi Muhammed bin Zayed Al Nahyan mengunjungi pameran proyek-proyek Russian Direct Investment Fund. (Dok. RDIF.ru)

Berinvestasi di Sektor Energi hingga Teknologi Medis

RDIF membagi portofolio investasinya ke dalam enam kategori. Berikut ini rinciannya:

1. Perusahaan-perusahaan yang dapat memperbaiki kualitas hidup
Contohnya, Mother and Child Group yang merupakan jaringan rumah sakit ibu dan anak terbesar di Rusia. Selain itu, Nationwide Cancer Diagnosis and Treatment Work yang merupakan pusat penelitian pengobatan dengan teknologi nuklir untuk mengatasi penyakit kanker.

RDIF juga berinvestasi pada proyek pembangkit listrik tenaga sampah yang diproyeksikan dapat mengurangi 30% sampah di Moskow dan menyediakan listrik bagi 1 juta orang. Di proyek ini, RDIF menggandeng investor dari Jepang, Bahrain, Arab Saudi, Turki, dan Kuwait.

2. Pengembangan infrastruktur
Proyek infrastruktur yang mendapatkan pendanaan RDIF adalah jembatan rel kereta api sepanjang 700 km yang menghubungkan Rusia dan Tiongkok. Di proyek ini, investor asing yang terlibat adalah Tiongkok dan Kuwait. RDIF juga berinvestasi di maskapai penerbangan terbesar di Rusia, Aeroflot.

Perusahaan lainnya yang menerima suntikan dana RDIF adalah Transneft Telecom, yang menyediakan kabel telekomunikasi berkecepatan tinggi sepanjang 1.320 km yang menghubungkan Rusia dan Jepang. Di Transneft, RDIF menggaet investor Jepang.

3. Industri substitusi impor dan berpotensi ekspor
Sektor industri pertahanan tidak luput dari perhatian RDIF. Salah satunya adalah Russian Helicopters (Rostec) yang menguasai 10% pasar helikopter di dunia. Untuk memperkuat posisinya di Timur Tengah, RDIF mengajak investor dari Bahrain, Kuwait, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menanamkan modal di Rostec.

RDIF bersama Mubada Petroleum dan Gazprom Neft juga membentuk perusahaan patungan untuk mengembangkan ladang minyak di Siberia Barat. Sementara itu, RDIF bersama investor Tiongkok, Arab Saudi, Kuwait, dan Bahrain berinvestasi pada perusahaan tambang Intergeo yang menghasilkan tembaga dan nikel.

Papan infografik RDIF dalam St. Petersburg International Economic Forum 2018. (Dok. RDIF.ru)

4. Pengembangan regional
Proyek-proyek untuk pengembangan regional ini beragam dari pembangkit listrik tenaga air, bandara, hingga perusahaan pengolah berlian. RDIF bersama Basic Element dan Changi International Airport berinvestasi untuk mengembangkan Bandara Internasional Vladivostok.

Investasi lainnya ditanamkan pada Lenta, pengelola jaringan hypermarket terbesar di Rusia yang memiliki lebih dari 200 gerai. RDIF juga menjadi investor utama di Alrosa, perusahaan berlian yang ketika mencatatkan sahamnya di bursa pada 2013 memiliki valuasi US$ 8,13 miliar.

5. Efisiensi pertumbuhan
Salah satu proyek yang ada di dalam kategori ini adalah Rosseti, perusahaan yang memasang 220 ribu meteran listrik pintar pada jaringan listrik di seluruh Rusia. Proyek digitalisasi meteran listrik ini diperkirakan menghemat anggaran pemerintah sebesar 60 miliar rubel per tahun atau sekitar Rp 12,96 triliun.

RDIF juga mengajak Mubadala, perusahaan pengelola investasi UEA, untuk berinvestasi pada Platform Logistics Technologies (PLT), perusahaan penyedia infrastruktur logistik modern di Rusia. PLT mengoperasikan lima kawasan logistik dan menjadi salah satu dari empat operator logistik terbesar di Rusia.

6. Pengembangan teknologi
RDIF cukup agresif berinvestasi di sektor teknologi. Ia bermitra dengan Alibaba untuk membentuk AliExpress Rusia yang merupakan e-commerce dengan 37 juta pengguna. Investasi di sektor ini merupakan bagian dari pengembangan ekonomi digital, upaya untuk menurunkan biaya logistik, dan menciptakan kompetisi yang efektif.

Portofolio lainnya di sektor teknologi adalah Surgical Robot, perusahaan pengembang robot pembedah yang bisa menurunkan biaya operasi hingga lima kali lebih murah. Robot tersebut diklaim mampu melakukan 140 ribu jenis pembedahan dan akan diproduksi massal mulai 2024.