Saham emiten orang terkaya di Indonesia Prajogo Pangestu, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) dan pengusaha Andrew Hidayat PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) telah melonjak hingga lebih dari 300% sejak initial public offering (IPO). Bursa Efek Indonesia (BEI) pun telah melakukan suspensi atau penghentian sementara perdagangan saham dua emiten itu pada Kamis (17/7). 

Merujuk keterangan resmi, BEI menggembok saham CDIA dan COIN merujuk  harga saham kedua emiten ini pada perdagangan Rabu (16/7). Saham CDIA tercatat melesat hingga batas tertinggi atau auto reject atas (ARA) 24,80% ke level Rp 780. Sejak IPO, emiten orang terkaya RI Prajogo Pangestu itu telah melesat hingga 310,53%. 

Saham COIN juga melesat hingga ARA usai naik 24,74% ke Rp 474 per lembar saham. Sejak IPO, sahamnya melambung hingga 374%. Harga kedua saham emiten ini menembus ARA selama enam hari berturut-turut sejak diperdagangkan di BEI.  

ARA merupakan batas kenaikan harga saham tertinggi yang diperbolehkan dalam satu hari perdagangan. Saat saham menyentuh ARA, sistem akan secara otomatis menolak pesanan untuk membeli atau menjual efek. 

Bagaimana prospek saham COIN dan CDIA?

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, mengatakan lonjakan harga saham pasca-IPO sudah sesuai dengan prediksi pasar. Menurutnya, kenaikan tajam hingga auto rejection atas (ARA) setiap hari merupakan hal yang lumrah, namun tetap dalam pengawasan otoritas bursa.

“Kenaikan harga saham itu membuat valuasi jadi semakin tinggi, semakin premium,”  kata Nafan kepada Katadata.co.id, Kamis (17/7). 

Selain itu Nafan menjelaskan bahwa Price to Earnings Ratio (P/E) atau rasio harga terhadap laba saham COIN dan CDIA bisa mencapai tiga digit. Ia memperkirakan setelah suspensi dicabut, harga saham kemungkinan akan turun seiring meredanya lonjakan permintaan. 

Ia menjelaskan proses cooling down berpotensi menekan permintaan dan kemudian dapat mendorong peningkatan sisi penawaran dan bisa memicu koreksi harga saham. Namun, menurutnya, penurunan harga ini justru bisa menjadi momentum bagi pelaku pasar untuk mulai mempertimbangkan aksi beli saat harga melemah (buy on dip).

“Karena valuasinya kan bisa ditekan, valuasi premium ini bisa ditekan. Jadi itu bisa membuat valuasi menjadi lebih rendah,” ucap Nafan. 

Lebih jauh, Nafan menambahkan, secara teknikal, para trader biasanya akan mencari level support untuk melakukan aksi beli saat harga melemah (buy on dip). Menurutnya, langkah terbaik adalah menunggu hingga suspensi dibuka agar melihat arah pergerakan harga saham secara lebih jelas. 

Apabila setelah suspensi harga terkoreksi terbatas, kata Nafan, ada kemungkinan permintaan kembali meningkat. Terutama jika kinerja prospektif dari CDIA dan peluang pengembangan bisnisnya terus menunjukkan arah positif.

“Walaupun juga COIN dan CDIA memang aktif prospektif. Tentunya kalau misalnya jika supply terbatas, demand akan tetap balik,” tambah Nafan. 

Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menyebut suspensi bursa didorong oleh pergerakan usai IPO yang naik signifikan di pasar reguler. Meski begitu, apabila keterangan dari masing-masing pihak cukup memberikan kejelasan kepada BEI, maka potensi kembali dibuka akan lebih cepat dan kami melihat respon pasar masih tetap antusias. 

“Jika melihat dari relative valuation memang sudah menunjukkan premium dibandingkan sektor, seperti PER COIN 159x (vs.18,84x sektor) dan CDIA 200x (vs. 14,32x sektor),” ujaf Audi kepada Katadata.co.id, Kamis (17/7). 

Kiwoom Sekuritas melihat valuasi akan menjadi menarik seiring dengan keberhasilan pertumbuhan eksponensial logistik dan konektivitas maritim. Selain itu, apabila CDIA berhasil menjaga leverage rendah dan funding 100% dari IPO akan menjadi keunggulan dalam jangka yang lebih panjang. 

Sedangkan untuk COIN, seiring dengan demand crypto yang masih tinggi terlihat dari volume transaksi harian yang meningkat menjadi Rp 3 triliun dari rerata sebelumnya Rp 1 triliun. 

“Selain itu, keduanya melakukan alokasi IPO cenderung konservatif kurang dari 15% sehingga resiko dilusi kecil dan masih fleksibel melakukan aksi korporasi lanjutan untuk jangka panjang,” kata Audi.




Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila