Bos United Tractors (UNTR) Ungkap Dampak Kenaikan Royalti ke Kinerja Usaha
PT United Tractors Tbk (UNTR) membeberkan dampak dari kenaikan tarif royalti untuk komoditas mineral dan batu bara terhadap kinerja perusahaan. Direktur Utama PT United Tractors Tbk, Frans Kesuma, mengungkapkan kebijakan royalti untuk komoditas batu bara saat ini lebih longgar dibanding sebelumnya.
Frans mengatakan tarif maksimal royalti batu bara yang sebelumnya mencapai 28% kini turun menjadi 13,5%. Perubahan ini menurut dia memberikan ruang yang lebih bagi pelaku industri.
Meski begitu, Frans mengatakan untuk komoditas emas, terdapat penyesuaian ke atas. Royalti emas yang sebelumnya sebesar 10% kini meningkat menjadi 16%, seiring dengan harga emas yang saat ini berada di atas US$3.400 per ons.
“Ada atau tidak ada perubahan royalti dan tetap kami harus menjadi the lowest cost producer,” kata Frans dalam konferensi pers RUPST United Tractors di Jakarta, Jumat (25/4).
Ia juga mengatakan perusahaan tidak akan mengubah strategi dalam upaya menekan biaya operasional meski ada penyesuaian tarif royalti. Ia menjelaskan royalti merupakan kewajiban yang dibayarkan kepada pemerintah sebagai imbalan atas izin pengelolaan sumber daya. Ia menyebut strategi efisiensi tetap menjadi prioritas.
Frans juga mengakui bahwa kenaikan tarif royalti, khususnya pada komoditas emas, merupakan dampak dari lonjakan harga emas di pasar global. Menurutnya, perubahan ini telah diperhitungkan dengan matang dalam proyeksi dan perencanaan kerja United Tractors untuk tahun 2025, sehingga tidak memberikan kejutan dalam aspek finansial perusahaan.
Kenaikan Royalti Minerba Ancam Bisnis 700 Perusahaan
Pemerintah tengah merumuskan kenaikan tarif royalti untuk komoditas mineral dan batu bara (minerba). Menanggapi hal ini, asosiasi pertambangan menilai kebijakan tersebut akan berdampak pada rencana bisnis dan upaya efisiensi perusahaan.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia memperkirakan kenaikan tarif royalti yang masih dalam tahap finalisasi ini akan berdampak pada sekitar 700 perusahaan pertambangan mineral. “Strateginya tentu saja melakukan efisiensi secara menyeluruh,” ujar Hendra kepada Katadata.co.id, Rabu (26/3).
Saat ini, usulan kenaikan tarif sedang dikaji melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM, serta PP Nomor 15 Tahun 2022 terkait Perlakuan Perpajakan dan/atau PNBP di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara. Revisi ini mencakup enam komoditas utama yaitu batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.
Revisi ini mencakup enam komoditas utama yaitu batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah. Hendra menyatakan bahwa hingga kini belum dapat dipastikan apakah kenaikan tarif royalti akan memengaruhi kemampuan perusahaan minerba dalam mencapai target produksi sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang telah ditetapkan.
Tantangan Tambang Batu Bara
Plt. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Gita Mahyarani mengatakan bahwa strategi masing-masing perusahaan tambang batu bara dalam menghadapi kenaikan tarif ini bervariasi.
“Sejauh ini perusahaan tetap menjaga produksi sesuai dengan RKAB, belum ada rencana pengurangan produksi,” katanya.
Selain kenaikan tarif, sektor batu bara juga menghadapi tantangan lain seperti turunnya harga komoditas dan kenaikan biaya penggunaan biodiesel. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi.
Senada dengan Gita, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan Bisman Bakhtiar menambahkan bahwa pelaku usaha harus menyesuaikan diri dengan kebijakan ini, termasuk menghitung ulang rencana investasi dan pengembangan.
“Strategi untuk pelaku usaha, mau tidak mau harus menjalankan dan menyesuaikan dengan kebijakan ini,” ujar Bakhtiar.
Meski begitu, Bisman optimistis bahwa perusahaan minerba masih berpotensi untuk tetap berproduksi sesuai RKAB, tergantung pada pengelolaan operasional, permintaan pasar, dan harga komoditas. Jika harga naik, target produksi akan tetap tercapai, tetapi jika harga terus turun, ada kemungkinan penurunan produksi.