PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) mengantongi dana segar Rp 2,35 triliun dari pelepasan 50,28% sahamnya di PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang megaproyek Meikarta kepada Hasdeen Holdings Ltd. Dengan pelepasan saham tersebut, Lippo Cikarang telah kehilangan kendali atas MSU dan tidak lagi mengonsolidasikan laporan keuangan MSU ke dalam laporan keuangan perusahaan.
Lippo Cikarang membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk sebesar Rp 2,87 triliun pada semester I 2018, meningkat hampir sepuluh kali lipat dibandingkan semester I 2017 sebesar Rp 265,6 miliar. Lonjakan laba bersih yang signifikan tersebut dipicu oleh keuntungan pencatatan investasi pada entitas asosiasi dengan nilai wajar Rp 2,35 triliun.
Berdasarkan Akta Notaris No 13 tanggal 11 Mei 2018, Peak Asia Investments Pte Ltd (PEAK) yang merupakan entitas anak dari Lippo Cikarang, melepas 14.000 sahamnya di MSU kepada Mas Agoes Ismail Ning dengan harga Rp 14 juta. Kemudian, Lippo Cikarang melepas kepemilikan sahamnya di PEAK kepada Hasdeen Holdings Ltd seharga SIN$ 1. Selanjutnya, MSU menerbitkan 14.000 saham baru yang diserap oleh PEAK dengan nilai Rp 4,05 triliun.
"Sebagai akibat dari peningkatan modal dan pelepasan seluruh saham di PEAK, perusahaan kehilangan pengendalian atas MSU," tulis manajemen Lippo Cikarang dalam penjelasan tersebut. Sisa investasi perusahaan pada MSU sebesar 49,72% diakui sebagai investasi pada entitas asosiasi yang diukur dengan nilai wajarnya. Selisih investasi sebelum dan sesudah diukur sesuai nilai wajarnya sebesar Rp 2,35 triliun dicatatkan pada laba rugi.
Penjelasan perusahaan ini sedikit berbeda dengan penjelasan yang ada di dalam laporan keuangan per 31 Desember 2017. Di dalam penjelasan itu disebutkan peralihan saham MSU telah dilakukan berdasarkan perjanjian investasi 15 Maret 2017 antara perusahaan, PT Megakreasi Cikarang Permai (MKCP), PT Great Jakarta Inti Development (GJID), dan PEAK.
Menurut manajemen Lippo Cikarang, perjanjian investasi 15 Maret 2017 telah diubah dengan perjanjian investasi baru pada 7 Februari 2018 dan 11 Mei 2018.
Dalam catatannya, manajemen Lippo Cikarang juga menyebutkan adanya pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap beberapa orang terkait kasus dugaan suap perizinan Meikarta, proyek yang dimiliki MSU.
"Hingga laporan konsolidasian keuangan interim ini diterbitkan, Grup Lippo masih melakukan evaluasi atas pemeriksaan ini dan terdapat ketidakpastian atas potensi dampak hukum yang mungkin dapat timbul terhadap entitas asosiasi," ujarnya.
(Baca: Lippo Sudah Alihkan 49,9% Saham Meikarta ke Perusahaan Luar Negeri)
Lippo Cikarang mencatat pendapatan Rp 1,15 triliun pada semester I 2018, meningkat 37% dibandingkan dengan periode yang sama 2017 sebesar Rp 841,99 miliar. Penjualan lahan dan rumah toko yang mencapai Rp 454,8 miliar, melesat 739,2% dibandingkan semester I 2017 sebesar Rp 54,19 miliar.
Penjualan rumah hunian dan apartemen pada semester I 2018 turun 16,5% menjadi Rp 530,05 miliar. Penjualan lahan industri turun 25,19% menjadi Rp 11,74 miliar. Sementara itu, pendapatan sewa dan lainnya relatif stagnan sebesar Rp 31,2 miliar.
Beban pokok pendapatan Lippo Cikarang naik 8,7% dari Rp 439,1 miliar pada semester I 2017 menjadi Rp 477,3 miliar pada semester I 2018. Selain itu, beban usaha juga membengkak 47,67% dari Rp 135,1 miliar menjadi Rp 199,5 miliar per 30 Juni 2018.
Kinerja Lippo Karawaci
Setali tiga uang dengan Lippo Cikarang, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang merupakan induk usaha bisnis properti Grup Lippo, membukukan laba komprehensif periode berjalan sebesar Rp 2,47 triliun. Angka tersebut meningkat empat kali lipat dibandingkan periode yang sama 2017 sebesar Rp 600 miliar.
Adapun laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 1,14 triliun, tumbuh 135% periode yang sama tahun lalu.
Dalam siaran pers, manajemen Lippo Karawaci menyebutkan, lonjakan laba bersih ini terutama disebabkan oleh keuntungan atas dekonsolidasi MSU, anak usaha tidak langsung dari perusahaan. Nilai keuntungan bersih dari dekonsolidasi tersebut mencapai Rp 1,3 triliun.
Pada semester I 2018, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 5,6 triliun, naik 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pendapatan berulang (recurring income) tumbuh 12% menjadi Rp 3,7 triliun dan berkontribusi 67% terhadap total pendapatan perseroan. Bisnis healthcare menyumbang pendapatan Rp 2,8 triliun.
Pendapatan dari divisi usaha residential & urban development meningkat 17% menjadi Rp 1,8 triliun. Sementara pendapatan dari divisi komersial, yang terdiri atas mal retail dan hotel, hanya naik 3% menajdi Rp 376 miliar. Pendapatan divisi manajemen aset naik 9% menjadi Rp 522 miliar.
Presiden Direktur Lippo Karawaci Ketut Budi Wijaya mengatakan, kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia total sebesar 150 bps sepanjang 2018, ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang, dan tekanan pada rupiah berdampak buruk terhadap konsumen yang ingin membeli properti tahun ini.
"Kinerja perseroan pada semester I 2018 mencerminkan fokus kami pada efisiensi operasional di saat pasar properti sedang lesu," kata Ketut dalam siaran pers, di Jakarta, Rabu (24/10). Perseroan tetap optimistis terhadap fundamental pasar properti Indonesia jangka panjang dan fokus pada penciptaan nilai perusahaan yang berkelanjutan di tahun-tahun mendatang.
(Baca: Skandal Meikarta yang Menggoyang Pohon Bisnis Grup Lippo)