Produsen baja pelat merah Karakatau Steel akan menjalankan dua strategi dalam rangka restrukturisasi utang senilai US$ 2,2 miliar atau setara Rp 31 triliun. Strategi tersebut telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan yang digelar pada Jumat (26/4) ini.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menjelaskan strategi pertama yaitu divestasi saham pada anak usaha. Caranya, bisa melalui penjualan saham secara langsung, penerbitan Dana Infrastruktur (Dinfra), atau melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT).
"Ini pun ada klausal buy back," kata dia di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (26/4). Rencananya, divestasi baru akan dilakukan tiga tahun ke depan lantaran perusahaan ingin mengoptimalkan kinerja anak usaha guna meningkatkan valuasinya.
(Baca: Krakatau Steel Resmi Ganti Direktur yang Jadi Tersangka KPK )
Sejauh ini, belum ada kepastian dari Krakatau Steel mengenai anak usaha yang akan dipilih. Namun targetnya, nilai divestasi bisa mencapai sekitar US$ 1 miliar. "Sekarang lagi dikaji, jadi tidak bisa kami sebut (nama perusahaannya). Nanti kasihan juga, mereka kan punya investor dan partner," kata Silmy.
Strategi kedua, yaitu penerbitan obligasi konversi (convertible bond) dengan nilai sekitar US$ 1 miliar. Obligasi akan diterbitkan dengan hak opsi berupa konversi ke saham Krakatau Steel melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Pihaknya juga membuka peluang penerbitan instrumen pembiayaan lainnya untuk pelunasan obligasi tersebut, jika memang diperlukan.
Menurut Silmy, obligasi tersebut bakal dirilis dalam waktu dekat. Namun, ia belum bisa menyebut waktu pastinya. Sebab, pihaknya masih dalam tahap negosiasi dengan kreditur potensial, termasuk soal tingkat bunganya. Obligasi konversi ini akan memiliki tenor selama 5 tahun dengan opsi perpanjangan 10 tahun.
(Baca: Malaysia Cabut Bea Masuk Anti-Dumping, Krakatau Steel Genjot Ekspor)
Nantinya, setelah melakukan divestasi saham pada anak usaha dan penerbitan obligasi konversi, Krakatau Steel bakal melakukan penerbitan saham baru (rights issue). Hasil dari aksi korporasi tersebut bakal digunakan untuk melakukan buy back atas saham anak perusahaan yang sudah dilepas.
Namun, Silmy belum bisa memastikan waktu rights issue. "Kami konsentrasi dulu ke restrukturisasi utang, perbaikan kinerja secara internal. Percaya saja ini bisa selesai," kata dia.
Targetnya, dari hasil divestasi anak perusahaan dan penerbitan obligasi konversi, Krakatau Steel bakal mampu merestrukturisasi utang sekitar US$ 2,2 miliar. Dengan demikian, tersisa utang sekitar US$ 600-700 juta dolar.
Silmy mengatakan, pihaknya harus melakukan skema ini karena perusahaan mengalami arus kas (cashflow) yang negatif setiap tahun. Ia menekankan, cashflow negatif harus dihentikan. "Kalau tidak, ini akan terus kemudian kaya bola salju," kata dia.
Keuangan Krakatau Steel
Berdasarkan laporan keuangan pada 2018, Krakatau Steel tercatat memiliki liabilitas sebesar US$ 2,49 miliar atau sekitar Rp 35,1 triliun, naik 10,17% dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 2,26 miliar. Penyebab utamanya, kenaikan liabilitas jangka pendek.
Liabilitas jangka pendek Krakatau Steel tercatat sebesar US$ 1,59 miliar, naik 16,91% dari tahun sebelumnya US$ 1,36 miliar. Sedangkan liabilitas jangka panjang US$ 899,4 juta, lebih rendah 0,02% dibandingkan tahun sebelumnya US$ 899,6 juta.
(Baca: Penjualan Naik, Krakatau Steel Tekan Kerugian jadi Rp 1 Triliun)
Krakatau Steel rugi bersih sebesar US$ 74,82 juta atau sekitar Rp 1,05 triliun pada 2018. Jumlah kerugian tersebut turun 8,47% dari tahun sebelumnya US$ 81,74 juta. Perbaikan ditopang oleh meningkatnya volume penjualan dan harga jual baja.