Harga Batu Bara Turun, Analis Nilai Laba Semen Indonesia Bisa Melonjak

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi, pekerja membongkar muat semen di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Analis menilai PT Semen Indonesia Tbk bisa meraup laba dengan melemahnya harga batu bara.
Editor: Ratna Iskana
27/1/2020, 11.08 WIB

Harga batu bara global diprediksi belum akan naik secara signifikan pada tahun ini. Hal itu diproyeksi dapat mendukung kinerja keuangan PT Semen Indonesia Tbk.

Analis Mirae Asset Sekuritas Mimin Halimin menjelaskan pertumbuhan rata-rata harga jual (average selling price/ ASP) semen terbatas karena permintaan yang moderat. Namun, melemahnya harga batu bara sebagai bahan baku produksi dinilai dapat mengdongkrak kinerja perusahaan karena beban keuangan dapat ditekan.

"Harga batu bara yang lebih lemah seharusnya dapat mendukung profitabilitas perusahaan semen di tengah prospek pertumbuhan ASP yang terbatas," kata Mimin dalam laporan analisisnya, Senin (27/1).

Ia memprediksikan laba bersih PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) periode 2019 sebesar Rp 2 triliun atau meningkat 34,9% dibandingkan periode 2018 (year on year), dan melonjak 52,3% pada 2020.

(Baca: Semen Indonesia Ekspor 3,38 Juta Ton Semen)

Selain itu, peningkatan kinerja perusahaan ditopang oleh efek konsolidasi yang positif dengan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB). Konsolidasi itu dinilai memberikan efesiensi biaya lebih baik pada tahun ini.

Hal itu dilihat dari lonjakan pada volume produksi SMGR pada 2019 menjadi 42,6 juta ton atau meningkat 28,5% secara yoy. "Kami memperkirakan margin kotor SMGR pada 2020 dan 2021 masing-masing meningkat menjadi 31% dan 32%, berturut-turut," ujarnya.

Sedangkan pendapatan kuartal keempat 2019 diproyeksi sebesar Rp 12 triliun, sehingga pendapatan sepanjang 2019 dapat mencapai Rp 40,2 triliun atau meningkat 30,9% secara yoy. Pihaknya merokemendasikan untuk membeli saham SMGR dengan menaikkan target harga menjadi Rp 14.700.

Adapun, pendapatan perusahaan pada kuartal ketiga 2019 sebesar Rp 28,12 triliun atau meningkat 31,1% secara yoy. Sayangnya, pertumbuhan pendapatan ini diiringi oleh beban pokok pendapatan yang juga meningkat 30% menjadi Rp 19,65 triliun.

Alhasil perusahaan membukukan laba bersih sebesar Rp 1,29 triliun atau turun 38,2%. Sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat mencapai Rp 2,33 triliun.

(Baca: Permintaan Lesu, Penjualan Semen Indonesia hingga Oktober Anjlok 4,1%)

Reporter: Fariha Sulmaihati