Harga cabai kerap menjadi faktor laju inflasi berfluktuatif cukup tinggi di Indonesia, satu di antara sedikit negara yang mengalami hal tersebut. Seperti bawang merah, harga variasi bahan makanan ini -terutama cabai merah dan rawit- kadang melonjakan begitu tinggi hingga puluhan ribu rupiah per kilogram sehingga inflasi membengkak, atau turun dan memicu deflasi.
Hari ini Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen November. Sejumlah ekonom meramal ada kenaikan inflasi tipis dari posisi Oktober. Ekonom Bank Permata Josua Pardede, misalnya, memprediksi inflasi November di kisaran 0,2 % secara bulanan (month-to-month) dibandingkan bulan sebelumnya di 0,02 %.
Kemungkinan inflasi November lebih didominasi oleh peningkatan inflasi inti dan harga pangan, terutama bawang. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Pieter Abdullah menyebutkan kenaikan harga disebabkan oleh kurangnya pasokan. Luas areal panen di sentra bawang berkurang yang diperparah dengan kemarau panjang sehingga petani gagal panen.
Memang cabai diprediksi tidak berpengaruh banyak. Namun “pedasnya” harga cabai dalam beberapa bulan sepanjang tahun ini sempat membuat inflasi melejit. Juli lalu, misalnya, BPS merilis inflasi sebesar 0,31 %. Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, komoditas yang memiliki andil tertinggi adalah cabai rawit dan cabai merah.
(Baca: Harga Cenderung Terkendali, Analis Prediksi Inflasi November di 3,05%)
Sepanjang Juli, pergerakan rata-rata harga cabai rawit terus naik, hanya pada akhir Juli turun tipis. Pada 26 Juli 2019, untuk pertama kalinya harga rata-rata cabai rawit turun, dari Rp 64.900 menjadi 64.800 per kilogram. Perhatikan grafik Databoks berikut ini:
Namun penurunan tersebut tidak bertahan lama dan kembali naik menjadi Rp 68.900 per kilogram pada akhir Juli. Harga rata-rata cabai merah berfluktuatif di level Rp 55 hingga 60 ribu per kilogram. Total, untuk kenaikan rata-rata harga cabai rawit selama bulan itu 49,61 %.
Was-was lonjakan harga cabai kembali terjadi pada bulan berikutnya. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan bumbu dapur ini menyumbang inflasi pada minggu kedua Agustus 2019. Survei pemantauan harga BI memperlihatkan inflasi secara bulanan pada periode ini 0,12 %. Cabai merah menyumbang 0,09 % dan cabai rawit 0,05 %. “Inflasi 0,12 % ini terutama disumbang oleh penikmat cabai,” kata Perry ketika itu.
Cabai mencapai puncak harga tertinggi pada pertengahan Agustus 2019. Rata-rata cabai rawit dijual Rp 73,2 ribu per kilogram pada 14 Agustus 2019. Di bebrapa daerah, harganya bahkan menyentuh Rp 100 ribu. Perhatikan grafik Databoks berikut ini:
Lalu, kenaikan tersebut berangsur turun. Yang paling signifikan terjadi pada 19 Agustus 2019 menjadi sekitar Rp 66 ribu per kilogram. Berdasarkan data hargapangan.id, hingga 29 Agustus 2019, harga cabai rawit menurun 15,7 % dari awal bulan menjadi Rp 58,1 ribu per kilogram.
Dengan pergerakan tersebut, Menteri Pertanian ketika itu, Andi Amran, pun memproyeksikan harga cabai makin menurun seiring musim panen yang bakal berlangsung dalam tiga bulan berikutnya. Rupanya tak perlu menunggu selama itu. Baru satu bulan harga cabai berangsur menyusut.
(Baca: Pengertian Inflasi dan Indikator Pembentuknya)
BPS mencatat penurunan indeks harga konsumen atau deflasi pada September 2019 sebesar 0,27%. Deflasi ini didorong oleh kelompok bahan pangan terutama harga cabai merah, bawang merah, dan ayam ras yang menurun.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, menurut kelompok pengeluaran, deflasi hanya terjadi pada kelompok bahan makanan 1,97 % dengan andil 0,44 %. Deflasi cabai merah 0,19 %, bawang merah 0,07 %, daging ayam ras 0,05 %, cabai rawit 0,03 %, dan telur ayam ras 0,02 %. Sementara inflasi tertinggi terjadi pada kelompok sandang sebesar 0,72 %. Lihatlah grafik Databoks di bawah ini.
Pedasnya cabai rawit benar-benar terlihat pada tahun lalu yang memimpin kenaikan harga komoditas bahan pokok 2018. Harga cabai rawit pada Desember 2018 lalu naik 10,8 % menjadi Rp 40.506 per kilogram dibanding Desember tahun sebelumnya Rp 36.559 per kilogram. Setelah itu baru diikuti harga daging ayam ras yang naik 10,43 % menjadi Rp 44.674 per kilogram. Perhatikan grafik berikut ini:
Laju inflasi sepanjang tahun lalu 3,13 %, lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Sementara inflasi bahan makanan 3,41 %. Sedangkan inflasi untuk komponen inti mencapai 3,03 %, harga yang diatur pemerintah 3,36 % dan bergejolak 3,39 %.
Gagal Panen Picu Kenaikan Harga Cabai dan Mendongkrak Inflasi
Seperti lazimnya dalam hukum ekonomi, permintaan cabai yang lebih tinggi dibandingkan suplainya akan membuat harganya lebih mahal. Minimnya pasokan cabai kerap dipicu oleh gagal panen para petani cabai. Juli kemarin, gagal panen lantaran terjadi kekeringan di beberapa daerah selama beberapa bulan.
Alhasil, rata-rata harga cabai rawit hijau melesat 2,5 persen menjadi Rp 59.450 per kilogram pada Juli 2019. Sedangkan harga cabai rawit merah naik 3,66 persen menjadi Rp 69.450 per kilogram pada Senin pekan terakhir bulan itu.
Di Kepulauan Riau, harga rata-rata cabai rawit tertinggi mencapai Rp 85 ribu per kilogram. Sementara di DKI Jakarta kenaikan cabai rawit merupakan tertinggi kedua, yakni Rp 80,4 ribu per kilogram. Adapun rata-rata harga cabai rawit termurah terdapat di Sulawesi Barat dan NTT Rp 25,2 dan 50,5 ribu per kilogram. Perhatikan angka-angka dalam Databoks berikut ini.
Pada Agustus 2019, harga cabai merah masih melonjak hingga puluhan ribu rupiah per kilogram di sejumlah daerah. Di beberapa daerah, komoditas ini sampai menyentuh Rp 100 ribu dari sebelumnya Rp 60 ribu seperti di pasar tradisional Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
(Baca: Harga Cabai Melambung, Ada yang Mencapai Rp 100 Ribu per Kilogram)
Menurut para pedagang di sana, pasokan semakin sedikit terutama dari Aceh. Sementara itu para petani di Langkat banyak yang belum panen. Akibatnya, banyak konsumen beralih ke cabai hijau yang harganya lebih murah sekitar Rp 45 ribu tiap kilonya. “Ini jelas sangat mempengaruhi para ibu rumah tangga,” kata Nasbah, seorang pembeli di Stabat, Kamis (22/8).
Di Cianjur, harga cabai di sejumlah pasar tradisional ketika itu juga tinggi mencapai Rp 75 ribu per kilogram. “Harga cabai rawit terus naik, dari Rp 70 ribu menjadi Rp 75 ribu per kilogram, sedangkan cabai merah masih di angka Rp 70 ribu per kilogram dari harga normal Rp 35 ribu,” kata Sulaeman, 42, pedagang sayuran di Pasar Induk Pasirhayam Cianjur.