Resesi Ekonomi, Ancaman di Tengah Pandemi

ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva/foc/dj
Jorge Silva Seorang wanita memakai masker pelindung wajah saat akan bepergian dengan perahu, di sungai Chao Phraya ditengah mewabahnya virus corona (COVID-19) di Bangkok, Thailand, Rabu (15/4/2020).
Penulis: Pingit Aria
16/4/2020, 06.00 WIB

Pandemi Covid-19 belum juga teratasi. Jumlah orang yang terjangkit virus corona di seluruh dunia terus bertambah. Hingga hari ini, jumlah penderita Covid-19 telah melampaui angka 2 juta orang.

Mewabahnya virus corona atau Covid-19 membuat ekonomi banyak negara terpuruk. Dana Moneter Internasional atau IMF memprediksi ekonomi global tahun ini  akan tumbuh minus 3% akibat tertekan virus corona.

Proyeksi ini disebut kemerosotan ekonomi terburuk sejak "The Great Depression" (Depresi Besar) yang melanda dunia tahun 1929 dan krisis finansial global 2008-2009 yang saat itu ekonomi tumbuh minus 0,1%. Resesi ekonomi global kini ada di depan mata.

(Baca: Penjualan Mobil Ditarget hanya 600 Ribu Tahun Ini, Pekerja Dirumahkan)

Lalu apa itu resesi? Dikutip dari The Balance, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung dalam beberapa waktu, umumnya dalam tiga bulan lebih. Sejumlah indikator yang bisa digunakan untuk menandai resesi antara lain terjadi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB), merosotnya pendapatan riil, pengangguran bertambah, penjualan retail lesu, dan terpuruknya industri manufaktur.

Saat resesi artinya, pertumbuhan ekonomi ada di angka 0%, bahkan minus dalam kondisi terburuknya. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh peningkatan PDB.

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global, mekanisme pasar, hingga terjadinya wabah.

Sebagian kalangan menyebut negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih.

(Baca: Perbankan Masih Kaji Penerapan Penurunan Bunga Kartu Kredit)

Efek resesi Dampak ekonomi saat terjadi resesi sangat terasa dan menimbulkan efek domino. Contohnya, ketika investasi anjlok saat resesi, lapangan pekerjaan akan berkurang sehingga angka pengangguran naik secara signifikan. Produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB.

Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi. Lalu neraca perdagangan yang minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.

Resesi Akibat Pandemi

Pandemi dan resesi ekonomi punya hubungan erat. Lembaga riset nirlaba asal AS, National Bureau of Economic Research menemukan paling tidak ada dua kejadian flu yang berakhir dengan kejatuhan kondisi ekonomi.

Pertama adalah Flu Rusia pada 1889-1890. Pandemi ini memakan korban hingga satu juta orang secara global. Penyebarannya begitu masif karena berbarengan dengan periode dimulainya operasional kereta api.

(Baca: Resesi Ekonomi yang Lazim Mengiringi Pandemi Besar di Dunia)

Pertama kali ditemukan di Saint Petersburg, dalam waktu empat bulan virus ini menginfeksi banyak orang di belahan bumi bagian utara. Efeknya, resesi pada kawasan itu yang terjadi pada 1890-1891.

Lalu, kejadian Flu Spanyol di akhir Perang Dunia I pada 1918. Pandemi ini menyebabkan jutaan orang meninggal dunia.

Tapi tentu saja tak semua wabah menyebabkan resesi. Virus sindrom pernapasan akut atau SARS pada 2002 sampai 2003 yang menyerang daratan Tiongkok dan Hong Kong, tak sampai merusak tatanan ekonomi global.

Pelajaran dari Resesi

Resesi terakhir adalah yang terjadi di sebagian negara Eropa pada periode 2008-2009. Kondisi tersebut juga sempat membuat ekonomi Indonesia melemah, meski tak separah saat krisis 1998.

Investopedia menyebut, ada satu pelajaran utama dari setiap resesi. Pelajaran itu adalah resesi selalu diikuti rebound di pasar saham. Maka, ini adalah kesempatan bagi pelaku pasar untuk mengatur ulang portofolio agar bisa meraih keuntungan sebesar-besarnya saat kondisi pulih.