Kata Menteri Komdigi soal Trump Minta Perusahaan AS Bisa Transfer Data WNI
Menteri Komdigi atau Komunikasi dan Digital Meutya Hafid belum mengetahui detail topik permintaan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar perusahaan AS bisa melakukan transfer data WNI.
Meutya Hafid mengatakan harus berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelum memberikan pernyataan resmi ke publik.
"Saya besok berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Saya belum tahu persis topiknya apa," ujar Meutya Hafid di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (23/7).
Gedung Putih AS sebelumnya mengatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, layanan, dan investasi digital.
“Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat,” demikian dikutip dari laman resmi White House AS, Rabu (23/7).
Kesepakatan itu juga tercantum dalam Lembar Fakta bertajuk 'Amerika Serikat dan Indonesia Mencapai Kesepakatan Perdagangan Bersejarah' yang dirilis pada Rabu (23/7).
Gedung Putih menyebut bahwa pengelolaan data pribadi dilakukan karena Amerika dinilai telah memiliki perlindungan data pribadi yang memadai.
Washington mengklaim telah melakukan berbagai reformasi di sektor perlindungan data melalui perusahaan-perusahaan teknologinya dalam beberapa tahun terakhir. “Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun,” tulis Gedung Putih.
Transfer Data WNI untuk Keperluan Dagang
Istana Kepresidenan menjelaskan permintaan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar perusahaan AS bisa melakukan transfer data WNI ke negaranya, hanya untuk keperluan dagang.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi mengatakan transfer data WNI antar-negara dibutuhkan untuk kelancaran transaksi barang dan jasa tertentu dalam perdagangan digital.
Dia menekankan akses data pribadi itu digunakan verifikasi identitas pembeli dan penjual lintas-negara. "Ini tujuannya semua komersial. Jadi bukan data WNI dikelola oleh orang lain atau Indonesia mengelola data orang lain," kata Hasan di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (23/7).
Hasan Nasbi menyebut akses data pribadi WNI oleh AS justru sebagai langkah pencegahan praktik bisnis yang mengancam dan sensitif. Menurutnya, keterbukaan data nantinya digunakan untuk memantau penjual dan pembeli demi keamanan dan kepatuhan hukum.
"Barang-barang tertentu itu dipertukarkan misalnya, bahan kimia. Bahan kimia itu bisa jadi pupuk, bisa jadi bom," ujarnya.
Pendiri Lembaga Survei Cyrus Network itu mengatakan Indonesia juga melakukan pendekatan yang sama dengan Uni Eropa.
Ia menekankan transfer data WNI ke negara lain hanya dilakukan dengan negara-negara yang memiliki perlindungan data pribadi yang memadai. "Indonesia hanya bertukar data berdasarkan UU Pelindungan Data Pribadi dengan negara-negara yang juga diakui bisa melindungi dan menjamin data pribadi," kata Hasan.
Hal serupa juga dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ketua Tim Negosiasi Tarif Resiprokal itu mengatakan data pribadi WNI hanya akan ditransfer ke negara yang memiliki sistem perlindungan data pribadi yang bertanggung jawab.