Institute for Development of Economics and Finance menilai bantuan sosial bagi warga miskin terdampak Covid-19 melalui dompet elektronik atau e-wallet belum efektif. Ini lantaran masih terdapat kesenjangan digital di Indonesia.
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan penyaluran bansos pandemi corona harus didahulukan pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun lantaran masih ada kesenjangan digital, uang elektronik tidak dapat menjangkau sepenuhnya kalangan masyarakat tersebut.
"Bantuan sosial melalui e-wallet belum dapat diterima sebagian besar warga," kata Huda dalam video conference pada Rabu (22/4).
Mengacu survei dari IPSOS Indonesia pada 2020, pengguna dompet elektronik merupakan penduduk kelas menengah ke atas. Sementara, rentang usia pengguna e-wallet paling banyak berusia 18 tahun hingga 34 tahun dengan presentase mencapai 94,4%.
(Baca: Dampak Larangan Mudik terhadap Melambatnya Perputaran Uang di Daerah)
Survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pada 2018 menyebutkan, alasan utama orang menggunakan internet bukan untuk transaksi keuangan. Hanya 0,3% responden dari 5.000 sampel saja yang memilih transaksi keuangan sebagai alasan utama menggunakan internet.
Adapun e-wallet efektif digunakan apabila adopsi digital di Indonesia sudah merata. Namun kenyataannya saat ini, menurut Huda, kesenjangan digital di Indonesia masih terjadi.
"Apakah orang miskin harus beli ponsel dan install e-wallet untuk mendapatkan BLT demi perut terisi? Atau ini murni bisnis untuk meningkatkan valuasi?" Kata Huda.
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Izzudin Al Farras Adha mengatakan kesenjangan digital sudah terjadi sebelum pandemi corona. Namun, makin tampak di tengah kondisi saat ini. "Di satu sisi kesiapan digital menjadi kunci beberapa program di saat pandemi. Di sisi lain, puluhan juta orang Indonesia tidak memiliki smartphone dan akses internet," kata Farras.
(Baca: Kementerian Desa Beri Rp 1,8 Juta ke Korban PHK dan Warga Miskin)
Berdasarkan data dari IMD World Digital Competitiveness Ranking 2019, skor indeks daya saing digital Indonesia sebesar 58, berada di bawah negara tetangga Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Sementara survei APJII menyebut, penetrasi pengguna Internet Indonesia pada 2018 mencapai 64,8%. Apabila dibagi per wilayah, di perkotaan masih ada 25,9% masyarakat yang bukan pengguna internet. Sementara, di pedesaan lebih besar lagi, mencapai 38,4% masyarakat bukan pengguna internet.
Farras mengatakan, kendala dari masih adanya kesenjangan digital di Indonesia yakni infrastruktur dan birokrasi pemerintahan. Pemerintah sendiri, menurutnya belum bisa menyediakan layanan internet dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Maka dengan begitu menurutnya bansos melalui e-wallet belum efektif. Ia menyarankan agar bantuan diberikan tetap dengan transfer cash. Bantuan yang diberikan untuk kelas menengah ke bawah itu pun akan berputar bagi kepentingan ekonomi masyarakat sendiri.