LinkAja Sebut Jiwasraya Masih Diminati Meski Likuiditas Bermasalah

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ilustrasi, pengunjung bertransaksi menggunakan layanan keuangan berbasis elektronik LinkAja saat peluncuran di Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (30/6/2019).
17/1/2020, 16.09 WIB

Asuransi Jiwasraya menjual produk asuransi mikro di dompet digital, LinkAja. Pengelola LinkAja, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) mengatakan, produk keuangan itu tetap diminati pengguna meskipun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) asuransi ini terbelit masalah likuiditas.

Produk asuransi mikro terkait demam berdarah itu dijual di LinkAja sejak Februari 2019. Di satu sisi, Asuransi Jiwasraya memiliki 1% saham di Finarya.

Chief Marketing Officer (CMO) Link Aja Edward Kilian Suwignyo mengatakan, produk keuangan itu diminati pengguna. “Saat musim demam berdarah, pertama kali launching (produk), banyak yang membeli,” kata dia di Jakarta, Jumat (17/1).

Pengguna hanya perlu membayar premi Rp 10 ribu dan akan mendapat pertanggungan senilai Rp 3 juta per orang. “Mulai banyak yang sadar ambil proteksi itu,” kata Edward.

(Baca: Menteri Erick Pastikan Dana Nasabah Jiwasraya Dicicil Mulai Februari)

Selain Jiwasraya, ada sejumlah produk asuransi mikro seperti keterlambatan penerbangan atau pembelian barang di e-commerce yang dijual di platform LinkAja. Beberapa di antaranya milik Tokyo marine, BRI Life, Jasa Raharja, dan AXA.

Meski begitu, ia mengaku produk asuransi belum menjadi fokus utama perusahaan. Secara keseluruhan, pembayaran asuransi yang terbesar di platform-nya yakni milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Selain Jiwasraya, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) melalui anak usahanya, PT Telkomsel memiliki 25% saham Finarya. Lalu, Bak Mandiri, BNI, dan BRI masing-masing memegang 20% saham. Sedangkan BTN dan PT Pertamina (Persero) masing-masing memegang 7%.

(Baca: 8 BUMN Tertarik Miliki Saham LinkAja, Garuda Salah Satunya)

BUMN asuransi itu menghadapi persoalan tekanan likuiditas. Kementerian BUMN menyatakan kondisi tersebut terjadi sejak 2006. Saat itu, ekuitas Jiwasraya negatif Rp 3,29 triliun. Pada akhir tahun lalu, nilainya justru minus Rp 10 triliun.

Data per September 2019, ekuitas perusahaan ini minus Rp 24 triliun. Salah satu hal yang membuat masalah keuangan Jiwasraya kian pelik yakni produk asuransi Saving Plan.

Persoalan itu memuat Asuransi Jiwasraya kesulitan membayarkan klaim para pemegang polis. Meski begitu, Menteri BUMN Erick Thohir memastikan, pengembalian dana nasabah dicicil mulai Februari 2020. Hal ini sejalan dengan rencana pembentukan holding BUMN Asuransi.

(Baca: BEI Akan Beri Sanksi Anggota Bursa yang Terlibat Kasus Jiwasraya)