Telkomsel hingga Indosat Selesaikan Satu PR, Baru Indonesia Adopsi 5G

ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Ilustrasi, teknisi melakukan pemeliharaan perangkat Base Transceiver Station (BTS) milik XL Axiata di menara yang berada di Pringgokusuman, Yogyakarta, Kamis (03/10/2019).
6/2/2020, 18.51 WIB

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengaku belum bisa mengatur frekuensi untuk jaringan internet generasi kelima (5G). Sebab, ada satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan operator seperti Telkomsel dan Indosat terlebih dahulu.

Tugas tersebut yakni meningkatkan kapasitas Base Transceiver Station (BTS) dengan cara fiberisasi. “Percuma membangun 5G kalau backhaul (pengalur jaringan) belum terkoneksi dengan fiber,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemententerian Kominfo Ismail di Jakarta, Kamis (6/2).

Fiberisasi merupakan upaya memodernisasi jaringan dengan cara menghubungkan BTS melalui jalur fiber. Perangkat BTS diperbarui. Peranti pengirim sinyal gelombang mikro (microwave) diubah menjadi fiber.

(Baca: 8.000 Kali Lebih Cepat Dibanding 5G, 6G Bisa Ganggu Riset Astronomis)

Langkah tersebut dinilai bisa meningkatkan kapasitas jaringan hingga beberapa kali lipat. “Fiberisasi koneksi dengan BTS-nya. Sampai end to end, jadi masyarakat terima keunggulan 5G,” kata Ismail.

XL Axiata misalnya, mengklaim setengah dari BTS-nya sudah terhubung dengan jaringan fiber pada akhir 2019. Jumlahnya ditarget meningkat menjadi 60-70% pada tahun ini. Indosat juga sudah fiberisasi 30% BTS-nya. Telkomsel pun sudah memodernisasi jaringannya.

Ismail mengatakan fiberisasi merupakan suatu keharusan jika ingin menerapkan 5G. (Baca: Jepang Siap Gunakan 6G, Menteri Kominfo: RI Masih Fokus Matangkan 5G)

Dari sisi pemerintah, Kominfo menyiapkan tiga frekuensi untuk 5G yaitu 26-28 GHz untuk upper, 3,5 GHz middle, dan 700 Mhz-2,3 GHz lower. "Di belakang pengaturan spektrum frekuensi, pekerjaan rumah operator banyak salah satunya fiberisasi," katanya.

Ia juga sempat mengatakan bahwa Kominfo mempertimbangkan empat hal sebelum mengimplementasikan 5G. Pertama, menetapkan waktu yang pas guna menghindari kegagalan pasar dari sisi permintaan dan suplai.

Kedua, mendorong operator untuk berbagi infrastuktur (infrastructure sharing). Riset McKinsey menunjukkan, berbagi infrastruktur mengurangi biaya investasi 5G hingga 40%.

Ketiga, menetapkan bisnis model inovatif agar implementasi 5G bisa maksimal, bukan hanya untuk komersial tetapi juga publik. Terakhir, kolaborasi dan perluasan jaringan.

Pada kesempatan yang sama, Head of Asia Pasific GSMA Julian Gorman mengatakan bahwa potensi pengembangan 5G di Indonesia sangat besar dalam beberapa tahun ke depan. "Indonesia belum ketinggalan karena peralatan sedang dibuat. Tantangan ke depan yakni standarisasi alat dalam proses approve," kata dia.

(Baca: Kominfo Ingin Ibu Kota Baru Jadi yang Pertama Adopsi 5G di Indonesia)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan