Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkaji optimalisasi pembesaran dan budidaya benih lobster. Tujuannya untuk memaksimalkan nilai tambah pendapatan masyarakat, khususnya di sentra penghasil benih lobster dari alam.
Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat meninjau langsung upaya pembesaran benih lobster yang dilakukan masyarakat Telong Elong dan Teluk Ekas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (26/12).
Menurutnya, perairan selatan NTB merupakan salah satu titik limpahan benih lobster di samping perairan selatan Jawa dan barat Sumatera.
(Baca: Bertemu Edhy Prabowo, Menko Airlangga Dorong Budidaya Benih Lobster)
Berbagai hasil kajian termasuk hasil studi kolaborasi KKP melalui Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok dengan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) menyebutkan, diperkirakan ada ratusan juta benih lobster per tahun di area hotspot tersebut.
Di sisi lain, pada hotspot tersebut, menurutnya juga telah terjadi sink population. Yang mana populasi benih lobster tiba-tiba lenyap pada fase peurelus, dengan kelangsungan hidup (SR) hanya 0,01% (1 ekor yang hidup sampai dewasa dari 10.000 ekor benih).
Pemerintah bakal mendorong pemanfaatan benih lobster budidaya. Pemerintah juga menginginkan Indonesia mampu menyaingi Vietnam yang lebih dulu membangun proses pembesaran lobster. Dengan begitu, Indonesia bisa menguasai pasar lobster konsumsi dunia.
Selain memberikan manfaat ekonomi, budidaya juga diharapkan berperan sebagai buffer stock, melalui pengaturan kewajiban restocking pada fase tertentu.
"Karenanya, kami akan segera menyusun roadmap pengembangan industri lobster nasional dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait. Kajian stok, pengaturan area tangkap lestari, pemetaan ruang untuk budidaya, penyiapan teknologi, investasi, dan lain lain akan mulai kita susun strateginya," ujarnya.
(Baca: Effendi Gazali Sebut 80% Benih Lobster Vietnam Berasal dari RI)
Edhy menyebut, jika budidaya (akuakultur) ini dikelola dengan bijaksana dapat menghasilkan nilai tambah, memperkerjakan banyak orang, dan menyejahterakan masyarakat, serta menambah devisa negara.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak peneliti, perekayasa, dan akuakulturist untuk terus berinovasi menciptakan keberhasilan pembenihan (breeding) lobster dan membuat indukan unggul, sehingga ke depan budidaya lobster tidak lagi mengandalkan induk matang telur dari alam namun menggunakan indukan lobster dari hasil breeding yang terprogram.
Adapun terkait polemik wacana ekspor benih lobster, menurutnya hal itu merupakan salah satu opsi yang muncul dari beberapa dialog dengan masyarakat nelayan. Dia juga menyatakan hingga kini belum bisa memutuskan karena masih dalam proses pengkajian.
"Sampai saat ini belum ada keputusan final apapun berkaitan dengan isu tersebut," ujarnya.
Revisi Peraturan Menteri
Edhy juga mengatakan, KKP tengah menggodok revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 dengan dengan mempertimbangkan masukan dari seluruh stakeholders dan para ahli. Tujuannya agar pengembangan budidaya ke depan dapat berjalan lancar dengan tetap menjamin kelestarian stok di alam.
Pasalnya, pemberlakuan Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan telah menimbulkan polemik di masyarakat.
(Baca: Beda dengan Data Dunia, KKP Klaim Benih Lobster di Alam Sedikit)
Permen yang bertujuan mengendalikan eksploitasi benih lobster demi menjaga keberlanjutan stoknya di alam ini, di satu sisi dianggap juga menghambat usaha orang-orang yang menggantungkan hidup di sana.
Oleh karena itu, pemerintah kembali melakukan pengkajian, tidak hanya dengan memperhatikan aspek lingkungan, tetapi juga ekonomi dan sosio-kultural.
"Saya ingin memastikan bahwa setiap kebijakan benar-benar berbasis pada kajian ilmiah dan peran partisipasi publik, sehingga arahnya jelas yakni keberpihakan pada masyarakat dan pelestarian sumber daya lobster," ujar Edhy.