Lunasi Utang Jatuh Tempo, BUMN Andalkan Kas dan Pinjaman Bank

ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Ilustrasi, pertemuan nasabah PT Permodalan Nasional Madani. Beberapa BUMN non-bank mengandalkan kas internal untuk pelunasan obligasi jatuh tempo tahun ini, salah satunya PNM. Sementara, BUMN lain seperti Pegadaian mengandalkan pinjaman bank.
Penulis: Agung Jatmiko
1/5/2020, 12.56 WIB

Di saat bisnis terancam tumbuh lambat atau bahkan stagnan saat pandemi virus corona (Covid-19), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga menghadapi utang obligasi jatuh tempo.

Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), tercatat ada 10 BUMN non-bank yang memiliki utang obligasi jatuh tempo tahun ini.

10 BUMN tersebut antara lain, PT Pegadaian, PT Waskita Karya Tbk, PT Sarana Multigriya Finansial, PT Pupuk Indonesia, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Timah Tbk, PT Hutama Karya, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Jasa Marga Tbk, PT Permodalan Nasional Madani (PNM).

Direktur Utama PNM Arief Mulyadi mengungkapkan, perseroan telah menyiapkan dana pelunasan melalui kas internal. Penggunaan kas internal ini ia yakini tak akan berpengaruh terhadap kemampuan PNM menyalurkan pembiayaan ke depan.

Berdasarkan data KSEI, PNM diketahui memiliki utang obligasi jatuh tempo pada 12 Juli 2020, yakni Obligasi Berkelanjutan II PNM Tahap I Tahun 2017 Seri A senilai Rp 750 miliar.

PNM percaya diri melunasinya dengan kas internal lantaran memiliki dana yang lebih dari cukup untuk melunasinya. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2020, posisi kas PNM tercatat sebesar Rp 3,24 triliun.

"Sementara, penerbitan obligasi baru bukan untuk pembayaran utang, tapi untuk pembiayaan. Seperti 28 April 2020 kami baru dapat dana Rp 250 miliar dari penjualan obligasi, itu seluruhnya untuk pembiayaan baru," kata Arief, kepada Katadata.co.id, Kamis (30/4).

(Baca: Utang Jatuh Tempo di Tengah Pandemi, Ini Strategi BTN dan Bank Mandiri)

Penggunaan kas internal kemungkinan juga akan diterapkan oleh Jasa Marga, untuk melunasi Obligasi Jasa Marga XIV Seri JM-10 Tahun 2010. Obligasi ini memiliki nominal sebesar Rp 1 triliun dan akan jatuh tempo 12 Oktober 2020.

Untuk utang obligasi ini, Jasa Marga memiliki kas yang cukup karena berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, posisi kas Jasa Marga tercatat sebesar Rp 4,34 triliun.

Saat ini, Jasa Marga lebih concern terhadap utang jangka panjangnya yang akan jatuh tempo akhir tahun ini, sebanyak Rp 5,5 triliun. Untuk pelunasan utang ini, Corporate Secretary Jasa Marga Agus Setiawan mengungkapkan, perseroan mencoba menjajaki kemungkinan relaksasi atas pinjaman kepada kreditur.

Meski demikian, Agus belum bersedia membeberkan sudah seberapa jauh proses negosiasi antara Jasa Marga dengan pihak kreditur. Terkait syarat-syarat yang diajukan kreditur untuk proses relaksasi, Agus juga tidak menjelaskan terkait perkembangannya.

Dari segi kinerja, sebenarnya Jasa Marga mencatatkan hasil positif sepanjang 2019, dengan torehan pendapatan di luar konstruksi sebesar Rp10,98 triliun, naik 12,26% dibandingkan tahun 2018. Kontribusi terbesar berasal dari pendapatan tol senilai Rp10,13 triliun, naik 12,11% dari tahun 2018.

Namun, adanya pandemi Covid-19 membuat kinerja Jasa Marga tahun ini terancam jeblok. Pasalnya, penerapan Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) dan larangan mudik bakal memukul pendapatan Jasa Marga yang bersumber dari tol.

(Baca: Utang Rp 7,5 T Jatuh Tempo Mei-Juni, Garuda Nego Tunda Bayar ke Bank)

Sementara, Pegadaian akan memilih opsi pinjaman bank untuk melunasi utang obligasi jatuh tempo tahun ini. Pegadaian tercatat memiliki tiga obligasi yang akan jatuh tempo tahun ini, yakni Obligasi Berkelanjutan Tahap III Tahun 2015 Seri C senilai Rp 1,2 triliun yang akan jatuh tempo 7 Mei 2020.

Kemudian, Obligasi Berkelanjutan Tahap I Tahun 2013 Seri D senilai Rp 601 miliar yang akan jatuh tempo 9 Juli 2020. Terakhir, Obligasi Berkelanjutan Tahap I Tahun 2017 Seri B senilai Rp 500 miliar, jatuh tempo 3 Oktober 2020.

Dalam keterbukaan informasi, Kamis (30/4), Kepala Divisi Treasuri Pegadaian Endah Susiani mengatakan, perseroan telah menyiapkan dana untuk pembayaran pokok obligasi. Pegadaian diketahui masih memiliki sisa kelonggaran pinjaman di tiga bank sebesar Rp 2,95 triliun.

Rinciannya, pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), perseroan masih memiliki kelonggaran sebesar Rp 1,25 triliun dari plafon pinjaman Rp 6,1 triliun. Kemudian, pada PT Bank Mandiri Tbk, Pegadaian memiliki kelonggaran Rp 877,17 miliar dari plafon pinjaman Rp 10 triliun.

Terakhir, pada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), perseroan masih memiliki kelonggaran pinjaman sebesar Rp 823,19 miliar dari plafon pinjaman Rp 6,1 triliun.

(Baca: Belenggu Utang dan Corona Membelit Kinerja BUMN)

Reporter: Muchammad Egi Fadliansyah