Pemerintah akan menghentikan ekpor nikel pada 1 Januari 2020. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pelarangan ekspor biji (ore) nikel akan menguntungkan bagi pengembangan industri baterai mobil listrik.
Luhut mengatakan selama ini sebanyak 98% nikel diekspor ke Tiongkok. Padahal, biji nikel dapat dimanfaatkan sebagai material untuk membuat baterai lithium. Sehingga dia menganggap pelarangan ekspor biji nikel dapat menarik produsen baterai untuk masuk Indonesia.
"Jadi kita punya nikel. Dari mulai stainless steel, karton steel, kartoda, sampai lithium baterai," kata Luhut, Rabu (4/9).
(Baca: Dilarang Ekspor, Pelaku Usaha Keluhkan Permainan Kadar Nikel Domestik)
Luhut mengatakan investor asal Tiongkok telah berinvestasi senilai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 56,6 triliun di Morowali, Sulawesi Tengah. Investasi tersebut untuk pembangunan pabrik baterai lithium sekaligus daur ulang limbah baterai.
"Di Morowali, investasi datang dan kemarin sudah ditanda tangan US$ 4 miliar untuk produksi baterai dan recycle lithium baterai," kata Luhut.
Investor Tiongkok tersebut yakni China's Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL). Investasi tersebut turut melibatkan LG, Panasonic, Volkswagen, dan Mercedes Benz. Bahkan, Luhut mengatakan sudah ada US$ 1 miliar yang direalisasikan untuk peletakan batu pertama.
Ada pun, Morowali akan menjadi pusat industri baterai mobil listrik. Produksi baterai listrik juga akan didukung dengan adanya percepatan larangan ekspor nikel.
Luhut pun membuka investor untuk masuk ke Indonesia. "Ini bukan soal China-China lagi. Tapi semua investor punya kepentingan sama. Mencari efisiensi energi," kata dia.
(Baca: Harga Komoditasnya Meroket, Saham Produsen Nikel Diincar Asing)
Produksi baterai lithium-ion global untuk kendaraan listrik terkonsentrasi di empat negara, yakni Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Korea Selatan, dan Polandia. Tiongkok merupakan produsen terbesar baterai lithium ion dunia, dengan kapasitas 16,4 Gigawatt hour (GWh) pada 2016. Produksi baterai lithium-ion Tiongkok ini diprediksi akan mencapai 107,5 GWh pada 2020 atau tumbuh hampir enam kali lipat dibandingkan 2016.
Korea Selatan berada di posisi kedua pada 2016 dengan kapasitas produksi baterai lithium-ion 10,5 GWh. Pada 2020, total kapasitas produksi baterai tersebut akan mencapai 23 GWh atau dua kali lipat dari 2016. Namun, posisi Korsel pada 2020 akan digeser oleh AS.
Kapasitas produksi baterai lithium AS pada 2016 baru sebesar 1 GWh. Angka ini akan meningkat 37 kali lipat menjadi 38 GWh pada 2020 atau terbesar kedua di dunia.