Lima Sektor Harapan Ekonomi 2020 di Tengah Kegalauan Global

123rf/Daniil Peshkov
Ilustrasi outlook ekonomi 2020
Penulis: Yuliawati
8/1/2020, 07.00 WIB

Bertabur Insentif di Sektor Pendidikan

Salah satu fokus pemerintah dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 adalah pengembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pemerintah mengalokasi anggaran pendidikan sebesar Rp 505,8 triliun atau 20% dari total belanja negara senilai Rp 2.461 triliun.

Dana tersebut di antaranya untuk membiayai dua program. Pertama, kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang akan membantu masyarakat miskin untuk melanjutkan sekolah ke pendidikan tinggi. Jumlahnya Rp 6,7 triliun untuk dialokasikan kepada 818 ribu mahasiswa.

Kedua, Kartu Pra Kerja yang diperuntukkan bagi pencari kerja atau pekerja untuk memperoleh pendidikan kejuruan atau sertifikasi kompetensi kerja. Sebagian besar pelatihan akan diberikan oleh pemberi training di luar pemerintah. Anggaran yang disediakan Rp 10 triliun untuk sekitar 2 juta peserta.

Sejak pertengahan lalu, pemerintah juga menerbitkan dan menerapkan Super Deduction Tax atau insentif pengurangan pajak super. Insentif ini diberikan kepada perusahaan atau industri yang berinvestasi dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

Berbagai stimulus dari pemerintah tersebut berpeluang besar menciptakan bisnis di bidang pendidikan dan pelatihan. Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro menyebut beberapa sektor bisnis pendidikan memiliki prospek baik tahun depan. “Yang bisa didorong dan sejalan dengan program pemerintah,” kata Andry, Desember lalu. 

Di luar peluang bisnis pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan program pemerintah, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan peluang bisnis pendidikan swasta yang menawarkan fasilitas premium diperkirakan memiliki permintaan tinggi. Pendidikan tersebut untuk anak balita, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga perguruan tinggi.

Melesatnya Ekonomi Digital

Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia sepanjang 2019 merupakan yang tertinggi di kawasan Asia. Pada tahun ini, ekonomi digital di Indonesia diperkirakan masih tumbuh pesat.

Berdasarkan riset bertajuk “e-Conomy SEA 2019” yang disusun Google, Temasek, dan Bain Company -diterbitkan Oktober lalu- ekonomi digital Indonesia selama 2019 diperkirakan US$ 40 miliar atau sekitar Rp 567,9 triliun.

Tingkat pertumbuhan ekonomi digital Indonesia itu mencapai 49 % dibandingkan tahun sebelumnya atau tertinggi di Asia Tenggara. Riset tersebut juga memperkirakan ekonomi digital Tanah Air berpotensi menuju US$ 133 miliar, setara Rp 1.820 triliun pada 2025.

Pertumbuhan itu mencakup lima sektor, yaitu e-commerce, media daring (online), transportasi berbasis aplikasi daring, wisata dan perjalanan, serta jasa keuangan digital. Pertumbuhan e-commerce tertinggi dengan perkiraan mencapai US$ 21 miliar pada 2019 seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini:



Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Laboratorium Data Persada dengan dukungan Google juga membuat riset yang memperkirakan nilai ekonomi digital Indonesia naik dua kali menjadi Rp 1.447 triliun (USS$ 1,02 miliar) pada lima tahun mendatang.

Direktur Riset Indef, Berly Martawardaya, mengatakan bahwa ekonomi digital berkontribusi Rp 814 triliun (US $ 56,4 miliar) atau 5,5 % dari PDB di 2018. Ekonomi digital juga membuka setidaknya 5,7 juta lapangan kerja baru atau 4,5 % dari total keseluruhan tenaga kerja. Selain sektor transportasi yang tumbuh 17 %, sektor keuangan, manufaktur dan hospitality tumbuh 5 hingga 10 %.

Menurut Berly, angka ini merupakan penjumlahan dari dampak langsung dan tidak langsung dari ekonomi digital. Nilai tambah ekonomi digital ke sektor manufaktur melebihi Rp 100 triliun (US$ 7.1 miliar) atau 25,4 % dari total PDB Indonesia pada 2018. Nilai ini bahkan melampaui nilai tambah yang diberikan ekonomi digital kepada transportasi, gudang, perdagangan, dan jasa keuangan.

Vice President Investment BRI Ventures William Gozali menyatakan pada 2020 investor masih berminat pada startup digital yang vertikal bisnisnya sudah matang, seperti financial technology, pendidikan dan kesehatan. “Karena tren industri tidak akan berubah dalam waktu yang sangat singkat,” kata William Gozali kepada Katadata.co.id, Jumat (3/1).

William juga menilai investor masih berinvestasi di e-commerce, namun yang pendekatannya direct-to-consumer (D2C). “Dengan data yang semakin banyak tersedia, e-commerce untuk barang-barang dipersonalisasi akan bertumbuh,” katanya.

Dia memperkirakan pertumbuhan e-commerce signifikan pada tahun ini. Asalkan, perusahaan tersebut berfokus pada data-driven, bukan promosi atau ‘bakar uang’. Selain itu, ia memperkirakan startup penunjang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta software as a service (SaaS) terus bertumbuh. Begitu juga dengan digital media akan berevolusi menjadi semakin interaktif.

Bank Indonesia turut mendorong perkembangan ekonomi digital sebagai new source of economic growth atau sumber pertumbuhan ekonomi baru. Langkah bank sentral dilakukan melalui tiga strategi utama sistem pembayaran di era ekonomi digital.

Pertama, menetapkan Visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Kedua, mendorong peningkatan elektronifikasi transaksi pembayaran. Ketiga, mendorong program persiapan pemasaran online UMKM atau on boarding UMKM ke ekonomi digital.

(Baca: Tiga Wadah Investasi Paling Berprospek Tahun Ini)

Sumbangan Ekonomi Kreatif

Ekonomi kreatif nasional setiap tahun selalu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB). Pada 2019, kontribusi ekonomi kreatif diperkirakan mencapai Rp 1.200 triliun. Pada 2018, sumbangannya Rp 1.105 triliun naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1.009 triliun, dan 2016 senilai Rp 922 triliun.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia periode 2015-2019 Triawan Munaf pernah menyatakan, sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB tumbuh Rp 100 triliun setiap tahun. Sehingga, kontribusi ekonomi kreatif pada 2020 diperkirakan sekitar Rp 1.300 triliun. Berikut Databoks sumbangan ekonomi kreatif terhadap PDB:



Terdapat beberapa perubahan oleh Presiden Jokowi untuk menggenjot sektor ekonomi kreatif. Pertama, melebur Badan Ekonomi Kreatif ke dalam Kementerian Pariwisata. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama menyatakan akan mengembangkan industri ekonomi kreatif yang khas di masing-masing destinasi tujuan wisata.

“Tiap destinasi memiliki industri kreatif yang berbeda untuk dikembangkan. Kami punya ‘creative hub’ yang bertugas mencari potensi industri kreatif. Kami mencari potensi dan diferensiasi,” kata Wishnutama pada akhir Desember lalu sebagaimana dikutip Antara.

Kedua, lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif pada akhir Oktober 2019. UU tersebut menjadi landasan hukum bagi pengembangan ekonomi kreatif dalam perencanaan pembangunan nasional jangka menengah dan panjang. Di sana diatur peran pemerintah dalam memfasilitasi perlindungan kegiatan dan kekayaan intelektual ekonomi kreatif.

Ada tiga subsektor unggulan ekonomi kreatif yang menyumbang pertumbuhan tertinggi, yakni kuliner, fashion, dan kriya. Adapun yang menjadi subsektor prioritas yakni film, musik dan pengembangan aplikasi dan gim.

Kontribusi ekonomi kreatif terhadap ekspor juga terus meningkat. Pada 2015 sebesar US$ 19,3 miliar, 2016 menjadi US$ 19,99 miliar, 2017 sebesar US$ 21,5 miliar dan untuk 2018 sebesar US$ 22,6 miliar. Ekspor produk kreatif diperkirakan terus naik dengan pertumbuhan di atas 3 % per tahun.

Reporter: Ihya Ulum Aldin, Rizky Alika, Tri Kurnia Yunianto, Ratna Iskana