Pengusaha Pakan Ternak Bantah Klaim Pemerintah soal Harga Jagung Turun

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Petani memanen jagung di Kaliwungu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (18/12). Kementerian Pertanian memastikan mulai 2017 pemerintah sudah menutup impor jagung, khususnya untuk kebutuhan baku industri pakan ternak, karena sudah tercukupi dari produksi lokal yang pada 2016 ini diperkirakan mencapai sekitar 21 juta ton.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
21/2/2019, 12.43 WIB

Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) mengatakan harga jagung untuk sektor pakan ternak masih tinggi. Hal ini sekaligus membantah klaim Kementerian Pertanian harga jagung sudah turun menjadi sekitar Rp 3.000 per kilogram (kg).

Harga jagung saat ini masih berada di kisaran Rp 4.800 per kilogram (kg). Angka ini jauh lebih tinggi dibanding klaim Kementan maupun harga jagung normal menjelang panen  sebesar Rp 3.500 per kg.

Dewan Pembina GPMT Sudirman mengingatkan pemerintah supaya mengantisipasi kebutuhan jagung yang meningkat. “Di Jawa Timur harga masih tinggi, belum sampai harga Rp 3.000 per kg seperti Kementerian Pertanian,” kata Sudirman dalam pernyataannya, Kamis (21/2).

Sehingga, dengan kondisi harga sebesar Rp 4.800, harga tersebut menurutnya sudah dalam level tinggi. Sebab, harga jagung acuan di tingkat petani dalam kondisi normal tinggi sebesar Rp 3.150 per kg.  Harga tersebut bahkan telah mempertimbangkan keuntungan petani dan kewajaran penerimaan pabrik pakan.

(Baca: Pemerintah Klaim Tekan 3,4 Juta Ton Impor Jagung dalam Empat Tahun)

Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri pakan ternak tahun ini diperkirakan tumbuh 17,6% menjadi 10 juta ton dibandingkan tahun lalu. 

Dengan harga jagung yang masih tinggi juga membuat petani enggan menurunkan harga jual kepada pabrik pakan. Sebab, pasokan jagung belum terlalu banyak karena panen jagung baru saja dimulai dan belum mencapai masa puncak yang diprediksi berlangsung pada Maret hingga Mei.

Ke depan, GPMT meminta pemerintah memperhatikan suplai jagung pada masa paceklik, yaitu November sampai Januari. “Saat panen, Bulog mesti mengisi stok supaya ketika tidak panen, Bulog bisa membantu pabrik pakan,” ujar Sudirman.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengaku pemerintah harus menjadi penghubung kebutuhan petani jagung dan peternak. Dia mencatat, jagung  berkontribusi sekitar 40%-50% terhadap industri pakan ternak, sehingga ketersediaan produk jagung sangat berpengaruh terhadap usaha peternakan.

(Baca: Jagung Mahal, Kemendag Terapkan Harga Khusus Daging Ayam dan Telur)

Kebutuhan industri pakan tahun 2019 bakal mencapai 11,5 juta ton, lebih tinggi daripada kebutuhan tahun 2018 sebanyak 10,3 juta ton. “Kesepakatan pembelian jagung petani oleh peternak, dengan Bulog berada di tengahnya diharapkan dapat mengatur penyerapan jagung dan pasokan,” kata Diarmita.

Dia menjelaskan dasar aturan yang digunakan sebagai pedoman harga jagung adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 Tahun 2018. Aturan menetapkan acuan harga pembelian jagung di tingkat petani dengan kadar air 15% sebesar Rp. 3.150 per kilogram dan harga acuan penjualan di industri pengguna (sebagai pakan ternak) Rp 4.000 per kilogram.

Reporter: Michael Reily