Terdalam Sepanjang Sejarah, Defisit Dagang April Tembus US$ 2,5 Miliar

Katadata
BPS mencatat, defisit neraca dagang periode April 2019 menembus US$ 2,50 miliar. Angka ini merupakan yang terdalam sepanjang sejarah seiring faktor pelemahan ekonomi dunia.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
15/5/2019, 14.54 WIB

Defisit neraca dagang periode April 2019 menembus US$ 2,50 miliar. Angka defisit ini merupakan yang terdalam sepanjang sejarah seiring faktor pelemahan ekonomi dunia. 

Pada Januari-April 2019, BPS melaporkan defisit neraca dagang Indonesia US$ 2,56 miliar. Angka ini juga jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,40 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan lonjakan defisit neraca dagang periode ini banyak dipengaruhi oleh situasi global. "Kondisi global tidak mudah, 2019 ini tantangannya akan luar biasa," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (15/5).

(Baca: BPS: Ekspor April 2019 Turun 13,1% Jadi Rp US$ 12,6 Miliar)

Ketidakpastian global, menurut dia, turut memengaruhi pertumbuhan ekonomi sejumlah  negara. Seperti, pertumbuhan ekonomi Tiongkok melemah dari 6,8% menjadi 6,24%, kemudian Singapura juga melambat dari 4,7% jadi 1,3% serta Korea Selatan 2,8% menjadi 1,8%.

Hal ini akhirnya turut memengaruhi ekspor  Indonesia ke negara tersebut ikut melambat. Selain itu, fluktuasi harga komoditas serta perang dagang di sisi lain juga turut memberikan tekanan terhadap kinerja neraca dagang dalam negeri.

Menurut data BPS,  total ekspor periode April 2019 tercatat US$ 12,5 miliar, turun 13,10% secara tahunan (year on year/yoy) sekitar US$ 14,4 miliar. Sementara, impornya naik 6,58% (yoy) menjadi US$ 15,10 miliar.

Sedangkan pada Januari-April 2019 total ekspor mencapai US$ 53,2 miliar, dengan nilai impor mencapai US$ 55,76 miliar. Alhasil periode Januri-April 2019, neraca dagang Indonesia defisit US$ 2,56 miliar,  lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,40 miliar.

Adapun pada periode tersebut, neraca migas tercatat defisit US$ 2,7 miliar sementara non migas surplus US$ 204,7 juta.

Karena itu, dia menilai pemerintah perlu melakukan sejumlah upaya penguatan ekspor serta menekan impor. "Subtitusi produk dalam negeri penting dilakukan untuk menekan impor," katanya. 

Kendati dibayangi ketidakpastian global, Kementerian Perdagangan sebelumnya menaikkan target pertumbuhan ekspor nonmigas tahun ini menjadi 8% atau sebesar US$ 175,8 miliar dari sebelumnya dipatok tumbuh 7,5%. 

(Baca: Ekspor Melambat, Neraca Dagang April Diperkirakan Defisit Lagi)

Peningkatan ini diharapkan seiring bertambahnya akses pasar dan ekspor produk industri olahan. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan target itu diharapkan bisa dicapai dengan peningkatan kapasitas industri. "Selain itu, Kementerian juga akan melakukan percepatan perjanjian dagang," kata Enggar dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.

Untuk mendorong peningkatan ekspor produk dalam negeri, Enggar memaparkan ada sejumlah strategi yang akan digunakan pemerintah. Misalnya, memfokuskan ekspor pada produk industri olahan yang bernilai tambah tinggi dan diversifikasi produk ekspor.

Kemudian, fokus pada pembukaan pasar baru, mengelola tata niaga impor dengan lebih baik, meninjau perjanjian perdagangan yang ada, serta menjalin kerja sama dengan mitra-mitra dagang yang baru.

Reporter: Rizky Alika